“Taraaaaaaaa!” Wajah yang muncul dari balik buket mawar merah hampir saja membuat Sara mati berdiri.
“Fab? Ngapain ke sini?” Sara langsung mendorong Fab menjauh dari rumahnya. Kepalanya terus menoleh ke sana kemari untuk memastikan tidak ada orang lain yang melihat Fab. Jika ada, maka mereka berdua akan dimarahi habis-habisan.
“Kamu nyari siapa? Aku ada di sini,” ujar Fab keheranan. Bahkan ia ikut melirik ke arah yang sama. “Sara?”
“Sshh! Ayo ikut aku.” Ia menarik tangan Fab ke bagasi. Sekarang Sara menjadi kesal. Harusnya Fab tidak merusak ritual pernikahan mereka. “Kenapa kamu nekat ke sini? Kamu kan tahu kalau kita lagi dipingit.”
Suara dehaman seperti sambaran petir bagi Sara. Jantungnya nyaris saja berhenti berdegup.
“Great! Kamu bikin aku kalah, Sara.”
Sara mengerling ke sumber suara. Lalu kembali pada Fab yang menahan tawanya. “Gyana? Ka-kalah apa?”
“Wrong number!” celetuk laki-laki yang kemudian disadari Sara sebagai Bian, bukan Fab. “Gyana nggak percaya kalau kamu masih belum tahu bedanya Fab dan aku, itu sebabnya aku menantangnya. Ini menarik, ‘kan?”
Sara ingin memukul kepalanya dengan godam saat itu pula. Bagaimana ia bisa mengenali Bian sebagai Fab? Ya ampun, sebentar lagi ia akan menjadi bagian dari keluarga besar Runaka. Ia harus tahu apa bedanya Fab dan Bian supaya kejadian memalukan tadi tidak terulang lagi.
Bian dan Gyana kompak tertawa geli. “Lihatlah bride-to-be yang satu ini. Aku bertaruh rindunya sudah menggunung, itu sebabnya tidak bisa membedakan siapa calon pengantinnya dengan benar. Aku benar, kan? ”
Gyana menyempatkan mencolek hidung bangir Sara.
Sara memberengut bibir. Pipinya menghangat karena malu sehabis Gyana menggodanya dan juga karena tawa kompak yang ditujukan pasutri itu padanya.
“Justru kita ke sini berperan sebagai kurir yang bertugas untuk mengantarkan rindu Fab yang udah segede ini, nih.” Bian kemudian menyodorkan buket mawar yang dari tadi masih ada di tangan.
“Ck! Ini nggak adil. Kenapa hanya sebesar ini?” Walau kesal namun Sara langsung menghirupnya dengan semangat, seolah seratus mawar itu adalah Fab yang ia rindukan.
“Oh my gosh, Kak Sara!” teriakan itu dibarengi dengan kemunculan seorang gadis dengan mata membelo di hadapan mereka.
“Lily?”
“Kakak gimana, sih? Lihat Bang Fab pelukan sama cewek lain malah diem aja kayak nggak ada apa-apa.” Lily bahkan terlihat sangat kesal melihat bagaimana Gyana bergelayut di lengan Bian.
Alih-alih menjelaskan, Sara dan pasutri di depannya menghela napas yang panjang. Tampak begitu kelelahan dengan situasi yang mereka hadapi saat ini.
“Sekarang kenapa kalian jadi kompak gitu?” Lily terbelalak lebar.
Ketiganya hanya mengukir senyum geli.
***
“Jadi, apa bedanya kalian?” Pertanyaan ini meluncur dari Lesmana, yang juga sangat terkejut dengan kehadiran Bian sebagai kembaran Fab. Faktanya, keluarga Sara juga baru mengetahui bahwa Fab tidak lahir sendirian ke dunia ini. Sewaktu lamaran, orang tua Fab hanya datang dengan sanak keluarga lainnya. Bian dan Gyana entah bersembunyi di mana.
Gyana menyembunyikan senyum. Meski ia tidak terlahir kembar seperti suaminya, Gyana juga menjadi biasa dengan pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh setiap orang ketika bertemu orang-orang kembar.
“Nama depannya sama-sama Fabian lagi,” tambah Yosi, mamanya Sara.
“Ah, kenapa aku harus denger pertanyaan begini lagi? Terdengar sangat menyakitkan sekali. Oh, kenapa anak kembar selalu dipertanyakan perbedaan mereka? Bukannya sudah jelas kalau mereka kembar? Kembar, berarti sama?” Bian menyandarkan punggung pasrah dan mencebik dengan suara pelan, yang masih bisa didengar oleh orang lainnya.
Baik Sara, orangtuanya, dan juga adiknya mengulas senyum canggung begitu mendengar penuturan Bian barusan. Kejujuran Bian barusan membuat perasaan mereka sedikit tidak enak.
“Eh, drama king. Sopan sedikit,” Gyana menyikut Bian.
“Maaf, Tante, Om. Makhluk yang satu ini memang suka lebay.” Sebagai perwakilan Gyana sampai menunduk kepala sebagai isyarat permintaan maaf.
“Sebenarnya Fabian itu kembar identik. Kalau nggak diperhatikan secara detail, mereka nggak punya perbedaan. Tapi bukan berarti mereka benar-benar nggak punya perbedaan. Bukankah tidak ada satu pun di dunia ini yang benar-benar sama meski mereka kembar? Itu juga terjadi sama Fabian.” Gyana terpaksa membantu menjawab.