Tepatnya Januari 2009 aku kembali menghirup udara sejuk Bandung. Di rumah suasananya memang lebih damai terasa. Ada ketenangan yang tidak kurasakan saat bekerja di Jakarta. Apalagi rumah yang kami tempati berada di atas bukit tepat di bawah kaki Gunung Burangrang. Sehingga keasrian dan suasana alam sangat terasa.
Hari-hari kulewati dengan menikmati suasana ini. Kesehatanku yang telah pulih seratus persen melahiran semangat hidup yang baru. Aku mulai merancang kembali mimpi menjadi musisi, mulai menetapkan langkah-langkah apa saja yang harus kulakukan. Namun Bapak lagi-lagi tidak betah melihat anak laki-lakinya hanya berkutat di dalam rumah seharian.
“Ky mulai besok kamu ikut kerja sama Bapak aja, jadi TU di sekolah Bapak yang baru dibuka,” ungkap Bapak di pagi hari saat beliau sedang bersiap-siap berangkat ke kantor.
Mendengarnya tensi darahku seperti naik sepuluh kali lipat. Baru sebentar saja aku merasakan ketenangan dari situasi hidup yang menyuramkan, kini Bapak mendorongku kembali masuk dalam dunia kerja perkantoran yang sudah kebenci sejak awal. Sungguh bagi orang yang memahami karakter anehku, ini adalah suatu hal yang menyesakkan.