“Ibu tidak akan rela mati sebelum melihat Zaky kuliah dan meraih sarjana.” Begitu kata Kakak perempuanku menirukan ucapan Ibu.
Ia mengatakan bahwa aku harus kuliah. Ibu sangat ingin melihatku menjadi sarjana. Padahal aku sama sekali tidak tertarik kuliah sejak lulus dari SMK. Apalagi saat ini dimana usiaku sudah beranjak 20 tahun.
Namun keinginan Ibu lebih kuat dibanding kemalasanku. Ditambah Kakak perempuanku yang juga terus mendorong untuk kuliah. Akupun jadi tidak tega pada Ibu jika menolak. Maka aku mengiyakan dengan satu syarat.
“Saya mau saja kuliah, tapi jurusannya harus sastra Indonesia. Saya tidak mau kuliah mempelajari bidang lain yang tidak saya sukai,” jawabku beberapa hari kemudian. Ibu pun menyetujui dan diamini oleh Bapak.
Pencarian kampus pun dimulai. Dengan pertimbangan dana dan waktu yang terbatas untuk kuliah, maka aku mencari universitas swasta yang memiliki kelas karyawan berbiaya cukup murah. Pilihanku pun jatuh pada Sekolah Tinggi sawasta yang lokasinya di Kota Cimahi, tidak begitu jauh dari rumah.
Aku mengambil sastra Indonesia karena suka menulis lirik lagu. Aku hanya berpikir bahwa jurusan sastra bisa memberiku tambahan pengetahuan untuk menulis lirik yang lebih bagus. Aku hanya memperdulikan pelajaran sastranya saja.