Berbeda ketika aku masih menunggui madrasah sendirian, saat murid hanya lima orang siswi. Kala itu hampir tidak ada pekerjaan berarti untuk seorang pegawai TU.
Namun kini, mulai ada laporan dan undangan rapat dari dinas pendidikan setempat. Sehingga aku sering diutus Bapak untuk mewakili madrasah mengikuti rapat.
Dan dari kegiatan-kegiatan tersebut, secara tanpa sadar telah membawaku masuk lebih dalam mengenal madrasah secara keseluruhan. Aku bisa melihat di mana sebenarnya letak Madrasah Aliyah dalam peta pendidikan di Indonesia.
Pada dasarnya sekolah Madrasah Aliyah bisa dibagi ke dalam tiga golongan.
Yang pertama adalah Madrasah Aliyah Negeri. Madrasah ini dibangun oleh Kementrian Agama, didukung dana pemerintah sejak awal. Mulai dari bangunan, fasilitas pembelajaran dan perangkat pendidikan disediakan dengan sangat baik dan layak seperti halnya SMA dan SMK Negeri. Sembilan puluh persen guru-gurunya berstatus PNS, bergaji tetap sehingga bisa fokus mengajar setiap hari.
Yang kedua adalah Madrasah Aliyah Swasta Elite. Dibangun dengan oleh yayasan swasta untuk kalangan menengah ke atas. Biaya masuknya bisa sepuluh sampai lima belas juta, namun itu setara dengan fasilitas dan pelayan pendidikan yang diberikan. Para siswanya mendapat pembelajaran berstandar internasional.
Yang ketiga Madrasah Aliyah Swasta Umum atau biasa. Dibangun oleh yayasan untuk kalangan siswa kurang mampu, berbiaya sangat murah. Sembilan puluh persen gurunya berstatus honorer. Fasilitas dan perangkat pendidikan tersedia seadanya, bahkan jauh dari kata layak. Madrasah seperti inilah yang terpinggirkan, dipandang sebelah mata karena kualitas pembelajarannya yang menyedihkan. Bahkan seringkali dianggap tempat siswa buangan.