Masih ingat buku-buku tentang ketidakadilan ekonomi yang mulai sering kubaca saat masih bekerja di Jasa Marga?
Kenyataan pendidikan yang kusaksikan dialami murid-murid di Madrasah aliyah, telah membuatku semakin berpikir keras. Apa masalahnya sehingga Bangsa Indonesia yang selalu disenandungkan sebagai negeri kaya sumber daya alamnya, namun tidak mampu memberikan pendidikan layak bagi semua golongan?
Maka aku mulai kembali belajar layaknya mahasiswa ekonomi yang besok pagi harus menyelesaikan skripsi. Kubeli buku-buku baru, kubaca puluhan artikel di internet, kutonton video-video dokumenter.
Intinya satu, aku ingin mencari biang keladi ketidakadilan ini. Aku memang tipe orang yang jika penasaran akan suatu hal, maka akan terus kukejar sampai menemukan jawaban. Kadangkala aku membaca dari pagi hingga larut malam, sampai tertidur di dekat laptop tapi bukan karena mengantuk, melainkan karena kepalaku terlalu pusing membaca terlampau lama.
Hingga sampailah aku pada sebuah kesimpulan. Bahwa biang kerok permasalahan ketimpangan ekonomi ini adalah sistem ekonomi itu sendiri, kapitalisme.
Pada dasarnya kapitalisme merupakan sebuah sistem ekonomi yang berpihak pada pemilik modal. Satu-satunya tujuan dalam sistem ini adalah untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya, itulah semboyanya, tanpa memikirkan pemerataan kesejahteraan.
Tidak jauh beda dengan sistem kolonialisme penjajahan, hanya saja senjatanya bukan lagi berbentuk bedil atau peluru melainkan kekuatan modal.
Perusahaan-perusahaan besar menggurita ke suluruh penjuru bumi, menghisap kekayaan alam terutama di negara-negara dunia ketiga, dan menyisahkan sedikit untuk diperebutkan oleh rakyat pribumi yang merupakan pemilik tunggal kekayaan alam negerinya.
Sembilan puluh persen dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan-perusahaan internasional masuk ke rekening para pemiliknya, menumpuk-numpuk di bank luar negeri. Sementara para buruh dibayar dengan upah murah. Maka terciptalah sebuah jurang kesenjangan ekonomi antara yang miskin dan yang kaya.
Saat ini di Amerika Serikat sendiri dimana sistem kapitalisme itu dilahirkan, 1% orang terkaya di sana memiliki kekayaan lebih besar dari total kekayaan 99% warga lainnya. Di Indonesia pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh 20% kelompok kaya. Tiga orang terkaya di dunia memiliki penghasilan lebih besar dari jumlah pendapatan 48 negara miskin yang digabung jadi satu.