Setelah mendengar kesiapan murid-murid madrasah untuk menggelar pertunjukan The Miftah Show. Aku langsung menghubungi Samsul lewat telepon untuk menyampaikan rencana besar ini, karena tentu saja aku tidak bisa merancangnya seorang diri. Apalagi aku belum punya pengalaman mengadakan pertunjukan seni di sekolah sebelumnya.
“Brad ane punya rencana sama anak-anak madrasah...." ungkapku berapi-api. "Kita akan menggelar pertunjukan seni dua minggu yang akan datang, supaya anak-anak punya kebanggaan dengan sekolah mereka. Pertunjukan utamanya adalah teater, kita akan buat panggung di sekolah.”
“Wah bagus Brad!! Ane setuju!” sambar Samsul seketika. “Tenang aja untuk masalah panggung biar ane yang buat. Ane udah biasa buat panggung teater dan ngedekor waktu di SMK dulu. Tapi naskah teaternya udah ada Brad?”
“Nah Ane sedang nulis sekarang naskahnya Brad, mudah-mudahan dua hari lagi beres. Jadi minggu ini bisa langsung latihan sesuai naskah.”
“Siap Brad, eh ... judul naskahnya apa Brad?”
“Judulnya ... Sebuah Kesungguhan.”
Judul ini kupilih bukanlah tanpa alasan yang kuat. Lewat naskah ini, lewat pertunjukan ini, aku ingin orang-orang melihat kesungguhan murid-murid madrasah. Untuk membuktikan bahwa mereka pantas dianggap ada di negeri ini, diperlakukan sama dalam pendidikan, dipandang setara dengan siswa-siswi di sekolah negeri ataupun sekolah unggul lainnya.
Kerena kenyataannya mereka memiliki kemampuan yang sama, bakat dan potensi yang sama, kesungguhan yang sama, dan kewarganegaraan yang sama, anak Bangsa Indonesia! Sehingga mereka pantas memperoleh pendidikan yang layak seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
*****
Maka kesungguhan pun dimulai!
Murid-murid madrasah mulai berlatih dengan keseriusan tinggi. Hanya ada waktu dua minggu sebelum pertunjukan digelar. Tentu saja ini termasuk jarak waktu yang sangat pendek untuk sebuah pertunjukan besar. Apalagi murid-murid madrasah rata-rata terlibat lebih dari satu pertunjukan. Ada yang ikut teater sekaligus paduan suara, atau nasyid. Sehingga konsentrasi latihan mereka terbagi dua, tapi justru disinilah kesungguhan itu akan diuji.
Kami berlatih setiap hari, non stop bahkan di hari minggu. Totalitas anak-anak madrasah mulai terlihat, bahkan saat sakit pun mereka tetap berlatih. Sekalipun aku bersikeras menyuruh beristirahat di rumah hingga sembuh, namun tekad mereka selalu lebih keras untuk terus berlatih!
Untuk pembacaan musikalisasi puisi aku menunjuk Acep dan Masitoh sebagai penampil. Karena keduanya memiliki kemampuan membaca puisi yang sangat baik, penuh penghayatan dengan intonasi yang tepat. Sehingga puisi yang mereka bacakan dapat menyentuh siapapun yang mendengarnya.
Paduan Suara diisi oleh Pipit, Inggrit, Nenden, Nurrohmah, Rini, Nuraeni, Aisyah, Mila dan Ulfah. Aku yang bertindak sebagai pelatihnya, karena sedikit banyak punya pengalaman di bidang musik. Sebagai penunjang profesionalisme, aku memesan sebuah CD latihan olah vokal langsung dari Jakarta, yang dibuat oleh seorang pelatih vokal ternama yang sudah menangani penyanyi-penyanyi besar di tanah air.