Jumat. 24 Agustus 1962
Depan Gelora Bung Karno
Pukul 09.30 WIB
Defile atlet Indonesia di Asian Games 1962. Dok. Historia.id
Arini berdiri di antara para atlet yang akan ikuti pembukaan Asian Games keempat di Main Stadium Gelora Bung Karno. Sama seperti seluruh atlet tim nasional Indonesia, Arini pakai baju jas warna abu-abu kebiruan rapih dengan balutan kemeja dan rok putih. Untuk atlet wanita hanya pakai kemeja putih saja sebagai dalam jasnya, bagi atlet laki-laki mereka pakai dasi hitam dan peci hitam. Di barisan paling depan rombongan ada seorang gadis pembawa papan nama Indonesia yang berdiri anggun dengan baju jas panjang berdasi dan berkaus tangan putih. Gadis ini pakai topi manis berwarna senada dengan jasnya sambil berdiri pegang nama Indonesia.
Para atlet berdiri rapih sekali dalam tujuh saf, dan banjar yang panjang ke belakang. Arini berdiri di antara rombongan rapih itu. Dia berdiri di antara para atlet wanita di banjar kedua, karena terhitung masih muda sekali, Arini berdiri di posisi kedua dari belakang. Dia sampai tidak bisa lihat siapa atlet Indonesia yang pegang Sang Saka Merah Putih di depan barisan yang berdiri tepat di belakang pemegang papan nama Indonesia.
Walaupun berdiri paling belakang, Arini tetap berjuang secara serius. Dia memang belum bertanding, tapi dia sudah siapkan kertas berikut ballpointnya yang dia selipkan di antara kantung jasnya. Dia memang berniat ingin abadikan kemeriahan pembukaan Asian Games keempat siang ini lewat tulisannya. Kini di tengah barisan atlet yang tengah tunggu defile dimulai, Arini tulis pakai Bahasa Indonesia yang nanti di wisma atlet akan digubahnya ke dalam Bahasa Inggris.
Tulisan Arini seperti ini :
Aku tengah berdiri bersama para atlet Indonesia jelang defile atlet dari tujuh belas negara Asia. Suasananya benar-benar gila, ini ramai sekali. Dahsyat sekali, lebih dahsyat daripada seratus ribu orang padati stadion utama Gelora Bung Karno. Mereka datang pakai baju terbaik, yang laki-laki tampan semua, yang wanita cantiknya bukan main. Kata Halimah, Ibu Nurjanah bawa semua anak kelas tiga ilmu sosial datang ke sini sekarang. Mudah-mudahan mereka dapat tempat duduk terbaik biar bisa tonton aku dalam defile atlet sebentar lagi.
Sementara ini, banyak atlet yang sudah pegal kakinya karena harus tunggu lama rangkaian acara berlangsung. Untungnya aku tidak pegal sama sekali. Kakiku rasanya ringan sekali, sebab bagaimana aku bisa pegal sedangkan acara di depan mata demikian indah. Tadi saja ada lebih dari seribu orang penari pendet lakukan tarian di tengah lapangan. Segala peralatannya didatangkan langsung dari Bali tampaknya. Kawanku Dewa pasti senang sekali di bangku penonton sana ketika dia saksikan tarian pendet demikian kolosal digelarnya.
Sehabis tarian pendet, muncul anak-anak dalam jumlah cukup banyak untuk tampil. Mereka menari, bentuk lingkaran kemudian bergerak, berlenggak lenggok kompak sekali. Anak-anak yang lucu mereka. Wajah mereka gambarkan ketulusan hati. Aku senang lihatnya. Barangkali tarian mereka tunjukkan betapa tulusnya Bangsa Indonesia gelar hajat akbar negara-negara Asia ini. Anak-anak tadi seperti tawarkan keramahan kepada 1460 atlet yang ada, serta doa penuh kasih agar perjuangan kami semua sebentar lagi akan diberkati.
Secara perlahan kemudian anak-anak yang tulus tadi undur diri digantikan sejumlah tarian daerah Indonesia. Penonton betul-betul dimanjakan matanya oleh kesenian daerah. Di atas panggung kehormatan saja aku lihat rombongan Presiden dan tamu-tamu kehormatan berulang kali berikan tepuk tangan meriah pada penampilan para penari. Bagiku secara pribadi pembukaan sekarang bukti kita bisa. Indonesia bisa. Sebelumnya banyak anak bangsa sendiri yang ragukan kemampuan kita gelar hajat akbar sebesar ini. Pada kenyataannya siang ini kita sukses besar. Seluruh negara di sini pasti terbit decak kagumnya lihat peragaan kesenian di depan matanya.