Selamat datang, 62!

V.N.Lietha / Vica Lietha
Chapter #13

BAB 11. ARINI: MENANG

Senin. 27 Agustus 1962

Volleyball Court Stadium, Gelora Bung Karno

Pukul 23.00 WIB

Indonesia lawan Korea Selatan. Partai besar yang sebentar lagi digelar. Volleyball Court punya dua lapangan, keduanya gelar partai terakhir voli putri di waktu yang sama. Di lapangan sebelah kiri, Jepang akan lawan Filipina. Sementara itu, Jepang berada di posisi nomor satu di grup final, dalam dua kali pertandingan, Jepang dua kali menang. Mereka gilas Indonesia, hajar pula Korea. Lawannya, Filipina, sudah kalah dua kali. Kalah lawan Indonesia, kalah juga ketika hadapi Korea. Kalau di pertandingan grup final dengan sistem round robin tim Jepang menang, jelas medali emas jadi milik mereka.

Pada lapangan kanan, tuan rumah Indonesia akan lawan tim kuat Korea Selatan. Keduanya catat skor satu sama. Satu kali kalah, satu kali menang. Kedua negara sama-sama kalah lawan Jepang, berarti partai ini akan tentukan medali perak dengan hitungan Jepang pasti akan gunduli Filipina. Inilah sebabnya di tribun penonton sebelah kanan padat dengan suporter tuan rumah. Keseluruhan lima ratus kursi habis terjual, bahkan saking penuhnya tribun penonton yang seharusnya dipenuhi oleh suporter Jepang atau Filipina juga ditempati oleh suporter Indonesia.

Arini, si tosser, dapat keberuntungan besar malam ini sebagaimana diharapkan oleh sahabatnya, Jaka. Dia dapat kesempatan main untuk kali pertama setelah tosser timnas Helena Marwati alami cidera di jari kelingkingnya pada pertandingan lawan Filipina sebelumnya. Tentu senang bukan main si gadis cantik, meskipun ia sangat bersedih dengan cederanya Helena Marwati, tapi akhirnya kesempatan Arini untuk main datang juga. Meskipun lawannya salah satu singa Asia. Jelang pertandingan dimulai, Arini lompat-lompat tinggi sambil pemanasan. Matanya tertuju ke bangku penonton di tribun kanan.

Di sana pada baris terdepan penonton tampak hadir taman-teman satu sekolahnya berikut Ibu Guru Nurjanah dan Pak Gintoro. Bahkan bukan hanya mereka, ayah dan ibu Arini juga hadir diajak oleh ibu gurunya. Arini tambah semangat, deru napasnya terpacu. Apalagi teman-temannya terus berikan dukungan hebat. Halimah sahabat karibnya berteriak di tengah keriuhan itu, “hobbah, Arini! hobbah!!” teman-temannya dengar lantas ikut teriak “hobbah! Arini! hobbah!!” sambil kepal tangan persis gerakan Arini waktu bertanding.

Dengarnya saja sudah bikin bulu kuduk tegak berdiri. Arini sudah siap. Namun terlebih dahulu pelatih tim nasional kumpulkan tim utama yang akan bermain. Tim utama terdiri dari Arini, Paulina Lessil, Evy Sofia, Jane Gunawan, Joan Paulini, dan Tjia Boet Nio. Pelatih bicara pada timnya, “dengarkan semua! ini pertandingan terakhir! lawan kita berat. Aku tidak mau kalian digunduli lagi seperti lawan Jepang. Sekarang bagaimana menurut kalian? strategi apa yang akan kita gunakan?”

Pemain timnas diam semua. Bingung mereka kenapa pelatih tidak langsung instruksikan strategi tapi justru bertanya.

Pelatih lanjutkan setelah lihat timnya diam saja, “aku tanya karena strategi kombinasiku hanya ada tiga, kalian sudah hapal semuanya. Sekarang mana yang paling pas hanya kalian lah yang tahu. Sebab kalian akan berlaga di lapangan secara langsung.”

Kapten tim Paulina Lessil kemudian berikan tanggapannya, “pelatih. Setahu kami Korea Selatan punya dua kalajengking, mereka terkenal tajam sekali, smashnya seperti kalajengking, dua orang Kim, Kim Koon Ja dan Kim Yung Bong, nomor dada 2 dan 6. Apakah kita harus rapatkan blocking hadapi mereka?”

Pelatih berikan tanggapan dengan tawarkan kepada setiap anggota tim untuk berpendapat. Segera saja hampir terbentuk kesempatan agar tim nasional tampil bertahan saja malam ini, tapi tidak demikian dengan Arini. Ketika dapat kesempatan bicara dia berkata, “maafkan saya, Pelatih. Maafkan saya, Kakak-Kakak. Aku punya pendapat yang berbeda. Pendapatku, kita harus berlajar dari sejarah. Kemarin kita babak-belur lawan Jepang karena dari awal kita bertahan, karenanya selama tiga set kita gagal keluar dari tekanan mereka dan benar-benar digunduli.”

Dengar pendapat yang berbeda, seluruh anggota tim diam dengarkan Arini. Walaupun usianya paling muda tapi pendapatnya betul juga. Pemain timnas yang rambutnya dikepang dua dan miliki lompatan paling tinggi, Tjia Boet Nio berkata, “lantas apa saran kau, Arini?”

Arini anggukkan kepala sejenak. Tim berkumpul dalam lingkaran, Arini sengaja rendahkan kepalanya agar bisa lihat masing-masing anggota timnya dengan jelas. Setelahnya dia bicara dengan suara pelan agar tidak terdengar tim lawan, “Saranku kita serang, serang dan serang!”

Pelatih timnas awalnya terkejut tapi senang juga kelihatannya.

Paulina Lessil sang kapten dan Jane Gunawan bersamaan bilang, “kau gila, ya?”

Arini tenang saja. “Kakak. Kita kalah malam ini atau menang apa bedanya? tapi seperti kata pelatih tadi, kalau kita kalah sampai digunduli bukankah akan sangat malu? ini berdasar pikiranku saja yang awam, timnas punya banyak spiker tangguh yaitu Kakak-Kakak ini semua. Jadi kenapa kita harus takut sama orang Korea? kita masuk lapangan lalu kita serang mereka habis-habisan sepanjang pertandingan.” Nada suara Arini perlahan naik. Dengan wataknya yang terbuka dia memang susah tahan suaranya rendah sesuai rencana.

Paulina lirik pelatih. Pelatih masuk ke pembicaraan, “Aku sependapat dengan Arini!” kata beliau. “Kalau kita harus kalah, mari kita berikan hiburan kepada penonton yang telah setia temani kita dari hari pertama pertandingan voli Asian Games.”

Sebagai kapten kemudian Paulina Lessil ambil kendali, “baiklah pelatih. Arini, berarti saranmu diterima. Teman-teman,” Paulina ajak teman-temannya satukan tangan, lalu dengan begitu serempak seluruh tim satukan tangan. “Malam ini adalah malam terakhir pertandingan voli. Kita sepakat strategi kita adalah serang! kalian siap?”

“Siaap,” jawab anggota tim serempak.

Paulina gelengkan kepalanya. Agak kecewa dia, “apa? aku tak dengar kalian! lemah sekali kalian ini!”

Seluruh anggota tim kemudian jawab sambil teriak, “Siaaaapppp!”

“Apa yang akan kita lakukan di lapangan?”

“Serang!!!!”

“Apa?” Paulina keras sekali bicara, sudah tidak peduli tim lawan dengar apa tidak, lagi pula belum tentu mereka paham Bahasa Indonesia.

Arini dan seluruh anggota tim jawab sambil teriak, “SERANG!! SERANG!! SERANG!!!”

Penonton tentu saja bergemuruh dengar pekik semangat timnas. Bersemangat penonton, mereka sadar akan dapat tontonan hebat malam ini.

Paulina lanjutkan di tengah kemeriahan yang sontak terjadi, “hitungan ketiga kita teriak, hobbah sesuai dengan pemberi ide brilian malam ini,” seru Paulina sambil lirik ke arah Arini. “1…2…..3”

Kompak sekali pemain timnas teriak, “HOBBAAAH!!!’

Pemain Korea saja kaget lihat kesiapan tempur yang dahsyat seperti ini. Agak keder juga mereka. Tapi bagi para penonton, keberanian timnas sangat dinanti-nantikan. Penonton memang tidak suka dengan hasil pertandingan lawan Jepang sebelumnya, ketika timnas tampil bertahan sekali seperti orang ketakutan. Kini lihat timnas maju dengan semangat berapi-api, terbakar semangat penonton. Riuh sekali mereka jadinya.

Wasit yang pimpin pertandingan segera panggil kedua kapten tim dan undi bola serta lapangan. Hasilnya servis pertama di pegang tim Korea. Timnas terima bola. Setelah undian selesai timnas atur formasi. Arini, Paulina, dan Evy Sovia ada di depan. Jane Gunawan, Joan Paulini, dan Tjia Boet Nio ada di belakang. Tjia Boet Nio memang akan jadi server pertama kalau timnas dapat bola. Wasit tiup peluit panjang, tanda pertandingan mulai. Semangat timnas betul-betul tinggi.

Lihat selengkapnya