Desa K. Agustus 2008
Sekuat apa pun pohon beringin, suatu saat akan tumbang oleh angin dan hujan. Hukum alam seolah perpanjangan tangan Tuhan menghukum kesombongan manusia.
***
Sepulang dari pasar pagi, Ijah melewati rumah kosong yang terbakar, dan sebagian sudah roboh itu. Muncul rasa merinding separuh pundaknya. Padahal lima tahun lalu listrik sudah masuk desa di beberapa rumah, jalanan sudah terpasang lampu. Masih merinding saja jika melewati rumah Amah dan Ulum, yang tidak ada lagi warga di sana mau menginjak lahan tanahnya yang sudah ditumbuhi tanaman liar.
Tujuh belas tahun berlalu dari peristiwa malam itu, setelah paginya ditemukan satu jasad hangus dalam rumah Amah. Pada saat itu usia Ijah baru empat belas tahun. Ijah masih penasaran bagaimana kondisi Kardian dan ibunya sekarang setelah peristiwa kebakaran rumah itu.
Bulan berganti bulan, tahun 1994 gempa besar terjadi di Liwa yang menyebabkan desa ini kena dampaknya. Banyak warga yang mati tertimpa reruntuhan rumah permanen, termasuk sepuluh warga yang ada di depan rumah Amah dan Ulum, malam itu. Warga lain percaya bahwa korban gempa yang mati kerap dikaitkan dengan tulah kematian Ulum yang mengenaskan.
Pak Kades, anak, menantu, dan cucunya pindah ke kota Bandar Lampung setahun setelah kejadian itu karena Pak Kades merasa bersalah. Rumah dan tanahnya diberikan pada adik bungsunya yakni Juanda, yang tanah itu dijadikan kebun karet, kebun tebu, dan kebun kopi. Rumah Pak Kades lalu dijual Juanda pada warga pendatang dari luar kota setahun pasca gempa di Liwa. Juanda paling kaya di desa itu sekarang.
Sepuluh kepala keluarga di desa banyak yang pindah ke Tulang Bawang, transmigrasi pun terjadi besar-besaran tahun 2000. Hanya bapaknya Ijah dan lima kepala keluarga yang masih tetap bertahan membangun kembali rumah mereka. Keadaan desa sekarang kembali ramai dengan pendatang. Ijah lalu mendirikan kedai kopi, dan jualan keripik pisang.
Cuaca siang yang sedikit terik. Kedai kopi Ijah sudah buka sebelum zuhur. Tiga orang pemuda baru datang sekadar minum kopi. Ijah juga jualan nasi dan lauk-pauk, selain jualan kopi seduh dan camilan keripik pisang.
"Dengar-dengar, Pak Juanda akan membongkar rumah angker itu. Kata warga mau dibuat bangunan baru. Apakah tidak apa-apa? Tanah itu masih punya mendiang Ulum," ucap pria tambun bernama Ilyas.