Aku sedang berjalan menuju sekolah sembari mendengarkan sebuah lagu. Menikmati angin yang berhembus di pagi hari dan diiringi melodi yang sangat indah membuat mood-Ku menjadi menyenangkan.
Sesampainya di kelas, aku melihat sekitar. Kelas ini masih terlihat sangat sepi. Tidak ada seorang pun di sini selain diriku. Apa karena aku datang yang terlalu pagi? Lagipula, aku tidak peduli apakah ada orang yang sudah datang atau tidaknya.
Aku beranjak ke tempat dudukku, lalu aku duduk, kemudian mengeluarkan sebuah buku di dalam tasku. Sebaiknya, aku membuka jendela juga supaya dapat menghirup udara yang segar.
Langit tak berawan dan udara yang begitu segar menembus tubuhku. Cuaca yang sangat indah untuk bersantai dan meringankan beban. Suasana seperti ini begitu sangat nyaman. Sangking nyamannya, aku merasa mulai mengantuk. Mataku sudah terasa sangat berat. Rasa lemas sudah menggorogoti seluruh tubuhku. Kupikir, aku akan tertidur.
Aku menaruh bukuku di ujung meja, lalu aku mencoba untuk tertidur dengan melipatkan kedua tanganku di atas meja, kemudian menompangkan kepalaku di atas kedua tangan tersebut. Perlahan-lahan, aku menutup kedua mataku yang terasa sangat berat. Pikiranku menjadi kosong. Semua sudah terlihat pekat bagiku. Angin yang berhembus masih dapat kunikmati, mendukungku untuk memasuki gerbang mimpi.
“Selamat Pagi, Alen.”
Aku mendengar suara yang begitu hangat. Entah kenapa suara ini pernah kudengar sebelumnya, ataukah aku sedang bermimpi?
“Selamat Pagi, Alen.”
Dia menyapaku lagi dengan suara yang lembut itu. Perasaan apa ini? Sepertinya aku teringat akan sesuatu.
“Selamat Pagi, Alen.”
Lagi dan lagi, suara tersebut menggeming dan menghantui telingaku. Aku teringat akan sesuatu yang menenangkan. Dan juga, sesuatu yang sangat kurindukan selama ini.
“Selamat Pagi Alen.”
Perlahan-lahan, di sebuah lapangan, aku melihat sesosok bayangan yang tersenyum ke arahku.
“Selamat Pagi Alen.”
Oh, aku mungkin mengingatnya. Suara itu? Apakah itu suaramu, ibu?
“Selamat Pagi Alen.”
Tanpa kusadari, aku sudah terbangun dari tidurku. Aku mencoba membuka kedua mataku secara perlahan. Di sana, terlihat meskipun masih agak buram, ada seseorang di hadapanku.
“Selamat Pagi, Alen.”
Penglihatanku semakin jelas dan terlihat seseorang itu tersenyum kepadaku. Senyuman yang sangat cerah ditemani dengan rambut yang teruarai karena angin yang berhembus dengan kencang membuat kesan yang sangat elegan di penglihatanku ini.
“Pagi,” katanya lagi sembari melambaikan tangan kanannya pelan.
Dia adalah Derra. Seorang gadis yang duduk di sebelah mejaku.
Aku terbangun dan menegakkan badanku. Lalu, aku menatapnya dan menganggukan kepala sekali.
“Apa tadi kamu sedang tertidur?”
“Emm ….” Aku berhenti sejenak untuk memberikan sedikit jeda waktu untuk berpikir. Lalu, aku melanjutkan, “Mungkin.”
“Eh? Aku minta maaf. Aku kira kamu sedang bangun dan berpura-pura tertidur,” katanya dengan memasang ekspresi bersalah.
“Tidak apa-apa.”
Aku tidak menyalahkan hal ini juga, karena hal yang dia lakukan adalah tindakan yang sopan untuk menyapa seorang teman sekelasnya.
Menyapa? Teman? Sepertinya, aku akan menarik kata-kataku tadi.
“Kamu kurang tidur semalam ya?” tanya Derra.
“Tidak,” jawabku sembari mengambil buku.
Karena sudah terlanjur bangun dan tidak mungkin bisa tertidur lagi, aku berniat untuk melanjutkan bacaanku.
“Aahh, buku itu?”
Dia terkejut sembari menunjuk buku yang sedang kugengam. Aku menatapnya dan memiringkan sedikit kepalaku, kebingungan.
Ada apa dengan buku ini? Buku ini tidak kudapatkan dari mencuri milik orang lain. Aku membelinya di toko buku atau mungkin buku ini memiliki kekuatan mistis?
“Apa?”
Dia tersenyum. “Aku juga membacanya loh.”
“Oh.”
“Bukunya sangat seru untuk dibaca kan?”
“Yah, lumayan.”
“Apa buku itu menarik buatmu?”
“Yah, lumayan.”
“Apa yang menarik?”
“Comedy.”
Aku tidak menyukai novel romantis dimana seseorang menjadi bodoh karena eksistensi yang dinamakan ‘cinta’. Eksistensi tersebut hanyalah sebuah kepalsuan dan penuh dengan kebohongan. ‘cinta’ dan ‘nafsu’ adalah dua sisi dari hal yang sama. Terperangkap hanya karena kenikmatan semata, pada akhirnya hal itu akan menghancurkan masa depannya.