Selamat Pagi, Alen

Kavi M N
Chapter #4

Makan Siang

Dua roti dengan rasa strawberry dan coklat ditemani sebuah minuman coffee. Cuaca yang sangat sejuk dengan angin yang berhembus dengan tenang. Suasana yang begitu sepi dan begitu damai, ditemani oleh kicauan burung yang menjadi background suara di tempat ini. Dan juga, aku dapat melihat sebuah pemandangan lapangan sekolah dari sini. Tempat yang sangat cocok untuk beristirahat.

Aku sedang duduk di bangku taman panjang yang kosong. Singkat cerita, tempat ini memang jarang diketahui oleh para murid.

Aku pun menatap langit, lalu melahap roti yang kugengam. Langit yang begitu cerah ditemani dengan awan yang bewarna putih yang mengambang membuatku menikmati makan siang. Nampaknya juga langit tidak sedang bersedih untuk hari ini.

“Ketemu ….”

Aku mendengar suara gadis di sekitar sini. Memang tempat ini begitu damai, tapi tidak selalu sepi, sering ada murid yang lewat. Namun, hal yang membedakannya adalah jenis suara yang dikeluarkan oleh gadis itu. Suara ini begitu familiar di telingaku baru-baru ini. Suara yang lembut dan enak didengar seperti alunan melody.

Dengan refleks, aku menengok ke sumber arah tersebut. Aku mendapati perempuan yang sedang berdiri, tersenyum, dan menunjuk ke arahku dengan jemari kecilnya.

Gadis yang sudah tidak asing di minggu ini, Derra.

Dia mendekatiku secara perlahan, kemudian duduk di sampingku. Ini memang tidak terlalu dekat, akan tetapi aku dapat mencium parfum yang digunakan olehnya.

“Alen, kamu ngapain di sini?” tanyanya.

“Makan siang.”

“Kamu selalu menikmati makan siangmu di sini?”

“Ya.”

“Begitu ya.”

 “Kau sendiri ngapain di sini?” tanyaku. Sebenarnya, aku menyipsikan sebuah nada seperti sedang mengusir. Namun, dia tidak terlalu peka tentang itu.

“Aku mau makan siang juga,” katanya dengan santai.

Aku tidak menyadari bahwa dia sedang membawa sebuah kresek hitam di tangannya. Di sisi lain, aku tidak akan menanyakan kepadanya ‘Kenapa kau makan siang di sini?’. Aku hanya tidak ingin dianggap memiliki sifat ingin tahu. Jika aku menanyakan itu, bukankah aku seperti sedang tertarik kepadanya?

Setelah duduk, dia mengeluarkan sebuah benda yang ada di dalam kresek tersebut. Sebuah kotak bekal yang bewarna pink dengan tutup bekal bercetakan hello kitty? Hal itu dapat dikatakan sebagai feminim untuk seorang perempuan.

Kemudian, dia membuka tutup bekalnya. Aroma yang ada di dalam kotak begitu meledak dan bersatu dengan angin yang berhembus. Dengan aromanya saja, aku dapat menebak bahwa mungkin makanannya itu terasa sangat enak.

Lalu, aku sedikit mengintip apa yang ada di dalam bekalnya.

Sosis gurita dan sebuah telor dadar yang di gulung menjadi padat. Hal ini seperti bekal yang ada di film-film atau di sebuah anime. Apa itu namanyakalau tidak salah … Tamagoyaki?

“Kamu tahu? Sebenarnya aku sedang mencari tempat yang begitu tenang dan nyaman di sekolah. Aku selalu mengelilingi sekolah jika ada waktu. Mungkin itu dapat dikatakan sebuah misi untukku.” katanya menatapku.

“Oh begitu.”

Sebuah misi? Apakah itu dapat dikatakan sebuah ambisi? Apapun itu, artinya dia memiliki sebuah tujuan. Tujuan juga memiliki sebuah alasan. Alasan seseorang yang mencari suasana seperti itu biasanya adalah dia mengingankan kesendirian untuk merenungkan sesuatu. Apakah dia sama sepertiku? Mustahil.

“Selamat makan.” Dia menjajarkan kedua tangannya seperti sedang berdoa. Kemudian, dia memakan sebuah sosis gurita di garpunya. Setelah itu, dia mengoyangkan kedua kakinya ke atas dan ke bawah. “Emmmm … Enaakkk.”  Dia sangat menikmati makanannya.

Benar, salah satu cara untuk menikmati keindahan hidup di dunia ini adalah menikmati makanan. Sebuah perasaan senang yang tidak dapat dijelaskan oleh kata-kata akan menyebar jika kau menyukai rasa yang ada di makananmu itu. Pada akhirnya, kau akan mengangkat kedua sisi bibirmu secara tidak sadar.

“Tempat ini begitu tenang ya,” katanya tersenyum lebar dan terpesona akan suasana di sekitar.

“Ya.”

“Aku tidak tahu bahwa tempat ini ada di sekolah ini. Jika saja aku menyadarinya, mungkin aku akan selalu ke sini untuk makan siang.”

Pernyataan yang sangat buruk. Pasti dia akan membawa teman-temannya dan hal itu akan membuat tempat ini menjadi tidak tenang dan tidak damai lagi. Berarti aku harus mencari tempat yang baru untuk kesendirianku.

“Kamu tidak bersama temanmu?” tanyanya.

“Tidak.”

“Tapi, aku tidak pernah melihatmu bersama teman sekelas, kenapa?”

“Tidak apa-apa.”

Sebenarnya itu adalah kedua pertanyaan yang cukup berat untuk seorang penyendiri sepertiku. Kau seharusnya sudah mengatahui alasan kenapa aku menjadi seperti itu. Andai saja aku berkata jujur kepadanya, pasti aku akan berkata ‘Karena aku tidak memiliki teman’. Lagipula, hal itu adalah pilihanku sendiri untuk menjadi seperti ini.

“Hei Alen, apa kamu mau mencoba bekal punyaku? Ngomong-ngomong, aku membuat bekal ini sendiri. Apa kamu mau mencobanya?”  

Dia menyodorkan bekalnya kepadaku, lalu dia tersenyum. Aku menatap bekal tersebut beberapa detik untuk memahami keadaan yang sedang terjadi padaku.

Sungguh, perempuan yang baik hati dan … polos. Dia bahkan tidak mengambil garpunya. Apakah dia tidak menyadari bahwa hal itu dapat dikatakan ciuman secara tidak langsung?

Lihat selengkapnya