Seperti biasanya, jika aku memiliki waktu luang seperti jam pelajaran kosong, aku selalu membaca novelku dengan mendengarkan sebuah lagu yang kusukai. Lagu yang diputar seperti background dari cerita yang sedang kubaca, dan membuat cerita itu menjadi hidup seperti sedang menonton sebuah film. Selain itu, keuntungan mendengar sebuah musik adalah mengusir suara-suara berisik yang ada di kelas.
Ada yang bernyanyi, ada yang memukul-mukul meja menjadi sebuah irama musik, ada yang memainkan sebuah game secara bersamaan, ada yang tidur siang, dan masih banyak lagi. Keramaian di kelas ini sangat berisik sekali yang mungkin dapat mengganggu pendengaran bagi seseorang yang mempunyai sifat tenang.
Namun, tak lama kemudian, semua murid di kelas terlihat panik setelah salah satu murid memberikan informasi bahwa ‘Ada Guru yang sedang menuju ke kelasi ini!”.
Dengan cepat aku melepaskan headset-Ku lalu menyembunyikan buku yang sedang kupegang di dalam kolong meja. Jika Guru tersebut melihat buku ini, pasti dia akan menyitanya. Dalam beberapa detik, suasana yang begitu ramai seperti sedang berada di sebuah festival berubah menjadi hening seperti di kuburan.
Seorang guru muncul di depan pintu dengan ekspresi yang penuh amarah, menanyakan Guru yang mengajar, memberitahu supaya tidak berisik, dan kemudian pergi dengan meninggalkan sebuah atsmosfir yang berat. Setelah Guru itu pergi, aku membaca bukuku kembali. Lalu, aku memasang kedua headshet dan membuka halaman yang terakhir yang telah kubaca.
Oke, kembali ke aktifitas seperti biasanya.
Sepertinya juga mereka beraktifitas kembali seperti sebelumnya. Namun, dengan suara yang lebih pelan. Hal ini memang sudah terbiasa bagi para pelajar tingkat SMA untuk melakukan kesalahan yang sama.
Tak lama kemudian, aku sedikit terkejut. Headset di telinga kananku sepertinya terlepas, namun tidak terjatuh. Aku baru menyadari bahwa ada hawa seseorang berada di sampingku, dan mungkin dia yang mengambil headset itu. Secara refleks, aku menengok ke arahnya.
Dia adalah seorang gadis yang mempunyai sifat keingintahuan yang tinggi. Ya, tak lain dan tak bukan adalah Derra. Tanpa disadari, dia sedang duduk di sampingku dengan membawa kursinya. Setelah mengambil headshet kananku, dia memasangkan benda tersebut di telinga kirinya.
“Oh, aku tahu lagu ini loh,” katanya dengan ekspresi seperti dejavu. “Ini adalah sebuah lagu ending dari sebuah anime sedih kan?“
“Kau tahu?” tanyaku secara tidak sadar.
“Tentu saja. Anime dan lagu tersebut banyak menjadi bahan perbincangan di dunia maya. Siapapun pasti tahu akan hal itu.”
“Oh begitu.”
“Ngomong-ngomong aku menonton anime itu loh. Apa kamu menontonnya juga?” tanyanya.
“Ya.”
“Anime yang sangat sedih bukan? Aku tidak menyangka bahwa dia akan meninggalkan si laki-laki kacamata itu. Bahkan, aku tidak bisa tidur semalaman karena terus memikirkannya.”
Aku hanya mengangguk, mengiyakan perkataannya. Dia bersemangat sekali membicarakan hal itu.
“Di balik tingkah konyolnya seseorang, dia menyimpan sebuah beban yang besar di dalam hidupnya,” katanya dengan nada yang bersedih dan tersenyum kosong.
Jika boleh jujur, perkataanya sangat mendalam sekali. Aku tidak mengerti tentang hal ini. Namun, aku pernah membaca dari salah satu artikel bahwa seseorang yang sering tertawa atau melawak, biasanya memiliki sebuah rahasia yang besar di dalam dirinya. Rahasia yang tidak ingin seorang pun tahu bahwa dia memiliki kesedihan yang sangat besar. Dia tidak ingin seseorang yang berada di sekitarnya merasakan apa yang dia rasakan. Oleh karena itu, dia selalu mencoba untuk membuat orang di sekitarnya tertawa dan bahagia karenanya.
Sebuah topeng untuk menyembunyikan rasa sakitnya kah?