Selamat Pagi, Alen

Kavi M N
Chapter #16

Sifat Keingintahuan yang Tinggi (3)

Aku terbangun dari tidurku. Hal yang kurasakan pertama kali adalah terdengarnya tetesan-tetesan air yang terjatuh dengan pelan dari luar, nampaknya hujan sudah mereda. Aku membangunkan badanku, lalu aku menengok ke arah jam dinding. Jam tersebut sudah menujukkan ke arah jam sembilan. Karena di luar masih gelap, berarti saat ini adalah jam sembilan malam.

Dengan sekilas aku teringat apa yang terjadi sore hari.  

Gadis itu? Apakah dia sudah pulang?

Setelah bangun, aku berjalan ke ruang tamu untuk memeriksa apakah dia sudah pulang atau belum. Sesudah sampai, aku sedikit terkejut atas apa yang ada di kedua penglihatanku ini.

Gadis itu.

Dia masih di sini.

Sedang berbaring dan tertidur di sofa.

Ternyata dia sedang tertidur juga.

Eh? Tunggu, dia sedang tertidur?

Aku menghirupkan nafasku dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan. Gadis ini, apa dia tidak takut? Tertidur dengan santainya di rumah orang lain? Apalagi aku adalah seorang laki-laki. Tunggu, sudah berapa kali aku bergumam seperti ini?

Laki-laki normal akan menjadi monster jika keadaan seperti ini. Laki-laki dan perempuan yang seumuran berada di rumah yang sepi dan tidak ada siapapun selain mereka berdua. Keadaan yang cukup memadai untuk melakukan hal itu. Apalagi dengan gadis secantik dia.

Aku pun beranjak pergi menuju kamarku, lalu mencari sesuatu di dalam lemari. Setelah melihat sesuatu yang kucari, aku langsung mengambilnya. Setelah mengambil itu, aku membawanya dan pergi ke ruang tamu lagi.

Aku sudah sampai di ruang tamu dan terlihat bahwa dia masih tertidur dengan pulas.  Aku menatapnya sebentar mencoba untuk menilainya.

Gadis yang begitu polos.

Jika kau tertidur seperti itu, kau terlihat seperti gadis yang pendiam dan penurut. Dan juga, mungkin kau akan menyesal di kemudian hari jika kau memiliki sifat seperti itu.

Aku mendekatinya secara perlahan. Sekarang, mungkin jarakku dengannya hanya 30 centimeter saja. Dari jarak sedekat ini, aku dapat mencium parfum yang digunakan olehnya.

Aku mencoba menatapnya lagi dan sedikit bergumam.

Kau seharusnya tidak perlu ke sini!”

Kemudian aku memberikan sesuatu yang ada di tanganku ke seluruh badannya secara hati-hati supaya tidak membangunkannya. Setelah aku melakukan itu, aku mencoba untuk menatapnya sekali lagi.

Ternyata dia masih tertidur dengan pulas. Aku ingin selalu menghembuskan nafas yang panjang setelah melihatnya seperti ini. Namun, bagaimanapun hal ini bukanlah urusanku.

Aku berdiri, kemudian duduk di sofa sebrangnya.

Ngomong-ngomong, sesuatu yang kuberikan tadi adalah sebuah selimut yang menurutku paling hangat. Kurasa dengan cuaca yang seperti ini, dia pasti akan kedinginan. Tidak ada salahnya kan aku memberikan selimut itu untuk menghangatkan tubuhnya? Lagipula, itu bukanlah hal yang negatif untuk dilakukan. Jika dia marah, aku hanya perlu meminta maaf.

Jika dipikir-pikir juga, sebaiknya aku menunggu dia di sini. Aku akan menunggunya di sini sampai dia terbangun. Terlintas aku melihat sesuatu yang ada di meja. Sesuatu itu adalah buku yang dia pinjam dari kamarku. Volume ke 10? Apakah dia benar-benar mengikuti buku tersebut ya? Dan juga, sedikit demi sedikit, apakah dia mencoba untuk membuktikan kepadaku bahwa dia tidak berbohong di hari itu?

***

Jam dinding sudah menunjukkan ke angka sepuluh. Seharusnya jam segini sudah cukup malam untuk seorang gadis. Namun, dia masih tertidur dengan pulasnya. Aku sendiri tidak menyukai waktu tidurku terganggu. Oleh karena itu, aku tidak mencoba untuk membangunkannya.

Tak lama kemudian, aku melihat dia sudah membuka matanya secara perlahan. Ternyata dia sudah bangun dari tidurnya.

Dia bangun dari posisi tidurnya, kemudian dia menatapku.

“Aah ... aku tertidur ya? Sekarang jam berapa?”

“Jam 10 malam.”

Kupikir kalimat pertama yang akan dia keluarkan adalah ‘Apa yang kau lakukan padaku di saat tidur?’. Aku sedikit membayangkan di saat dia berkata seperti itu sembari memasang ekspresinya yang mengambarkan ketakutan dan kekhawatiran, lalu dia melemparkan sesuatu ke arahku. Namun, imajinasiku telah hancur di saat dia bangun.

Akan tetapi, kenapa dia bisa bersikap sesantai itu? Bahkan dia tidak menyinggung sesuatu kepadaku?

“Aku tertidur cukup lama ya?”

“Ya, bahkan kau mendengkur di saat tidur.”

“Aah ….”

Dia terkejut, bahkan sampai-sampai membuka mulutnya seperti orang bodoh. Kemudian, wajahnya terlihat mulai memerah. Lalu, dia mengubur wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Sampai sekaget itu ya? Apakah begitu memalukannya tentang itu? Padahal apa yang kukatakan itu hanyalah sebuah kebohongan saja. Namun, jika responnya seperti itu, aku merasa bersalah karena telah menjahilinya.

“Aku hanya bercanda.”

“Aah?”

Lihat selengkapnya