Selamat Pagi, Alen

Kavi M N
Chapter #18

Pulang Bersama

Bel sudah berbunyi yang menandakan bahwa pelajaran sudah selesai, dan itu adalah waktunya untuk pulang. Karena guru sedang absen, aku berniat langsung pulang ke rumah. Aku melepaskan headshet-Ku, kemudian membereskan barang-barang yang ada di mejaku secara perlahan.

Di sekitar sangat berisik sekali. Aku sudah tidak heran sih karena ini adalah awal menuju kebahagiaan, dimana kau bisa beristirahat dengan tenang. Tapi, kurasa ada sesosok yang akan menghalangiku. Oleh karena itu, aku menengok ke samping untuk mencari penghalang tersebut.

Setelah melihatnya, aku sedikit terheran karena dia sedang tidak ada di sana. Dia sudah pergi kah? Tasnya pun juga sudah tidak ada. Aku rasa mungkin ini adalah awal yang membahagiakan untukku.

Setelah membereskan semua barangku, dengan cepat aku berjalan menuju rumah.

***

Melangkahkan kaki terasa berat sekali. Mungkin karena pikiranku yang sudah dipaksa untuk melakukan sesuatu yang dinamakan ‘belajar’. Namun, sebentar lagi mungkin pikiranku fresh kembali setelah melewati gerbang sekolah.

Aku berhenti sejenak ketika melihat gerbang sekolah. Aku melihat ada seorang gadis yang menyandarkan badannya di sebelah sisi kanan gerbang tersebut. Entah kenapa, aku merasa ada firasat buruk yang akan menghampiriku.

Gadis itu terlihat menengok-nengok ke arah sekitar seperti orang bodoh, lalu dia berhenti di saat dia menatap ke arahku. Kontak mata kami pun bertemu, lalu dia tersenyum, melambaikan tangannya, dan kemudian menghampiriku.

“Kebetulan sekali ya? Mau pulang bersama?”

“Hah?” Aku mengedipkan mataku beberapa kali.

“Karena kita bertemu di depan gerbang sekolah, bagaimana kalau kita pulang bersama?”

Pulang bersama dengannya dapat diartikan sebagai rusa yang berada di kawanan harimau buas. Aku akan menjadi pusat perhatian seluruh sekolah dan itu akan membuatku repot. Sudah cukup lelah bagiku menjadi target di kelas. Aku tidak ingin menjadi target seluruh sekolah.

“Baiklah, kau mau lewat mana?” tanyaku.

“Sini. Lewat sini lebih cepat kan?” katanya sembari menunjuk ke arah jalan yang selalu kulewati.

“Benar.”

Aku mengangguk bahwa arah jalan tersebut memang lebih dekat dari rumah. Dia pun tersenyum karena aku menyetujuinya, kemudian dia berjalan ke arah tersebut.

“Kalau begitu, aku akan lewat sini.” ucapku sembari berjalan ke arah yang lain.

“Eeehhhhh?”

Dia sangat terkejut, kemudian berlari ke arahku. Suara hentakan sepatu dan tas yang berguncang terdengar cukup keras. Dan juga ditambah dengan suara terkejutnya membuat otakku bergetar.

“Kenapa kamu berjalan ke arah yang lain, Alen!?“ tanyanya sedikit kesal.

“Katanya kau mau lewat jalur sana? Oleh karena itu, aku melewati jalur yang lain.”

“Itu kan bukan pulang bersama!!”

“Aku tidak pernah bilang bahwa aku akan pulang bersamamu.”

Benar, aku tidak pernah menyetujui untuk pulang bersama. Dan juga, aku ingin pulang tanpa menguras tenagaku.

Lihat selengkapnya