Kami sudah menaiki kereta yang bertujuan ke stasiun Jakarta Kota. Di dalam kereta memang cukup ramai, bahkan kami tidak mendapatkan tempat duduk. Namun, setidaknya ada ruang yang cukup lega untuk berdiri.
Jika dilihat, memang kebanyakan orang yang menaiki kereta ini adalah para remaja. Mungkin ini adalah eksistensi yang disebut dengan ‘menikmati masa muda’. Bepergian, menghabiskan waktu, dan bersenang-senang dengan teman, sahabat, atau orang yang mereka sukai.
Tunggu, jika dipikir-pikir, apakah aku adalah salah satu remaja tersebut?
Entahlah, aku tidak peduli.
Kereta mulai berjalan. Selama kereta berjalan, aku menyadari bahwa aku telah melupakan sesuatu yang terpenting saat ini. Aku hanya terseret olehnya tanpa mengetahui apapun.
“Ngomong-ngomong, kita mau kemana?” tanyaku.
“Hmm … aku ingin ke Monas.”
“Monas?”
“Ya, aku ingin ke atas Monas. Memandangi bintang-bintang di saat malam dari atas. Kurasa, hal itu akan menyenangkan.”
Ekspresinya terlihat sangat bersemangat sekali. Kelihatannya dia memang sangat menginginkan hal itu. Memandangi bintang-bintang dari atas Monas dengan udara malam yang menyegarkan terdengar sangat menyenangkan. Akan tetapi, setelah melihat di sekitarku, aku sangat terganggu akan suatu hal.
“Jika begitu, kenapa kau tidak ajak teman perempuanmmu saja ? Kenapa harus denganku?”
“Memangnya kenapa?”
“Jika denganku, mungkin kau akan merasa bosan.”
Jalan-jalan seharusnya dengan orang yang spesial. Jika denganku, dia mungkin tidak menikmatinya. Bahkan, kenyamanan pun mungkin tidak akan pernah dia dapatkan.
Ekspresinya yang terlihat bersemangat hilang dengan seketika. “Kenapa kamu selalu berpikir seperti itu?”
“Karena aku sangat membosankan? Semua orang pasti berpikir seperti itu.”
“Kenapa kamu berpikir semua orang menganggapmu seperti itu?” tanyanya.
“Bukankah itu kenyataanya? Karena aku seorang penyendiri dan pendiam. “
“Begitu ya ..,” katanya, kemudian menatapku. “Tapi, aku tidak menganggap membosankan. Kamu itu orang yang menyenangkan.”
“Eh?”
“Canda deh. Kamu itu orang yang menyebalkan.”
Dengan suara yang terdengar lantang dan ekspresi yang nakal, ditambah menyangkal pernyataan yang baru kau katakan itu, aku yakin dia sedang mengejekku. Dan juga, aku sangat kesal bahwa aku sedikit berharap kepadanya tadi
Dia membuka suara lagi. “Tapi menyebalkan itu berbeda dengan membosankan, bukankah begitu?”
Meskipun aku tidak mengerti, aku mengangguk untuk menjawabnya. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan.
“Kamu selalu berpendapat seperti itu karena kamu belum pernah mencoba untuk bergaul bukan? Lagipula jika kamu mau mencobanya, teman-teman akan menganggap berbeda.”
“Entahlah.”
Aku tidak mengetahui jawaban itu. Lagipula aku tidak merasakan minat dan berpikir seperti itu juga.
Kami sudah sampai stasiun Depok. Untuk menuju Monas, kami harus melewati belasan stasiun lagi, sekiranya membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai tujuan. Bukan hanya itu, keadaan kereta juga semakin bertambah.
“Hei, Alen.”