Pulang dari Bandung, malam sudah semakin larut ketika Ben mengantarmu kembali ke kosan. Di sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil terasa berat, meskipun Ben sesekali mencoba mencairkan suasana dengan obrolan ringan. Namun, kamu hanya menanggapi seperlunya, pikiranmu masih terjebak dalam keraguan yang tak terungkap. Lampu jalan berkilau samar, memantulkan bayangan kalian di kaca mobil. Rasanya semua ini berjalan begitu cepat, dan kamu belum benar-benar siap menghadapi kenyataan yang kini ada di depan mata.
Saat mobil berhenti di depan kosan, Ben mematikan mesin dan menatapmu, seolah ada sesuatu yang ingin dia pastikan. "Sayang ... soal pernikahan kita... Kamu yakin nggak apa-apa bulan depan? Kalo kamu punya pendapat lain, kamu bisa lho, bilang semuanya ke aku."
Kamu terdiam sejenak, mencari kata-kata yang tepat. Tapi apa yang bisa kamu katakan? Keraguan masih menggantung di hatimu, tapi tekanan dari segala arah membuatmu sulit berkata jujur. Akhirnya, kamu hanya mengangguk pelan. "Iya... gak apa-apa bulan depan. Aku juga setuju sama semuanya," jawabmu datar, berusaha menyembunyikan kekacauan batinmu.
Ben tersenyum tipis, meski kamu tahu dia merasakan sesuatu yang berbeda darimu. Tapi dia memilih tidak bertanya lebih lanjut. Ben kemudian keluar dari mobil, berjalan cepat ke sisi pintu penumpang, lalu membukakan pintu untukmu. Kamu melangkah keluar, dan sejurus kemudian dia memelukmu erat, mengecup keningmu dalam-dalam seperti biasa, seolah-olah semua baik-baik saja. "Aku sayang kamu, Calula," katanya lembut.
Kamu hanya tersenyum tipis, hatimu terasa kosong. Setelah itu, Ben masuk kembali ke mobilnya dan melesat pergi, meninggalkanmu berdiri sendirian di depan gerbang kosan. Malam terasa begitu hening, kecuali desiran angin yang membuatmu sedikit menggigil.
Kamu menghela napas panjang, bersiap masuk ke dalam, tetapi tiba-tiba suara motor menghentikan langkahmu. Kamu menoleh dan hatimu seakan berhenti berdetak sejenak. Di depan gerbang kosanmu, Dunia dengan motornya berhenti, menghadap langsung ke arahmu. Kamu terkejut, tidak menyangka akan melihatnya di sini, di waktu yang tidak tepat ini.
Apa Dunia melihat Ben tadi? Pertanyaan itu langsung melesat di kepalamu, membuat perasaanmu bercampur aduk. Perlahan-lahan, kamu menghampiri Dunia, berusaha menenangkan diri meski jantungmu berdetak lebih cepat.
"Dunia?" panggilmu dengan suara sedikit gemetar, mencoba untuk tetap tenang. Dunia menatapmu dalam, dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada rasa canggung yang tak terelakkan, apalagi mengingat percakapan terakhir kalian yang penuh dengan ketegangan. Kamu masih ingat jelas pesan Deby yang terus berulang di kepalamu, memperingatkanmu agar menjauh dari Dunia.
Suasana di antara kalian semakin berat, sampai akhirnya Dunia angkat bicara tanpa basa-basi. "La, ada yang penting yang mau gue omongin," ucapnya dengan nada serius, suaranya tegas namun penuh keraguan.
Kamu mengerutkan kening, bingung dan sedikit waspada. "Sekarang?" tanyamu, merasa aneh dengan waktunya.
Tapi sebelum kamu bisa berkata lebih banyak, Dunia mengangguk. "Cuma sebentar aja, di taman dekat sini."