Keesokan harinya, di kampus, semuanya terasa begitu berbeda. Biasanya, langkahmu terasa berat dan penuh dengan keraguan, tapi hari ini, kamu merasa lebih ringan. Kegundahan yang selama berminggu-minggu menghantui pikiranmu, perlahan menghilang, digantikan oleh rasa nyaman yang sulit dijelaskan. Ada sesuatu tentang Dunia yang membuat segalanya terasa lebih mudah—lebih bebas. Meskipun kamu tahu ada konsekuensi di balik ini semua, kamu memilih untuk tenggelam dalam keegoisanmu selama sebulan ke depan. Kamu membiarkan hatimu bersandar pada Dunia, melupakan semua kecamuk batin dan keseriusan hubunganmu dengan Ben, setidaknya untuk sementara.
Deby, yang seharusnya menjadi ancaman bagi hubunganmu dengan Dunia, tiba-tiba tak lagi relevan. Dunia tampak semakin jauh dari bayangannya. Dia bahkan tidak membicarakan Deby lagi, seolah-olah kisah itu sudah selesai sepenuhnya. Kini, hanya ada kamu dan Dunia—berjalan berdampingan, berbagi tawa, menikmati momen-momen kecil yang tak pernah kamu rasakan sebelumnya. Di setiap langkahmu bersama Dunia, hubunganmu dengan Ben terasa semakin pudar, meski kamu tahu itu hanya ilusi sementara. Kamu berjanji pada dirimu sendiri bahwa setelah sebulan ini berakhir, kamu akan kembali fokus pada Ben dan mencurahkan semua cintamu hanya untuknya.
Namun, sekarang, kamu ingin menikmati apa yang ada di depan matamu: Dunia. Kalian berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran, berjalan bersama di lorong-lorong kampus, makan siang di kantin, berbicara tentang hal-hal sepele yang entah kenapa selalu membuatmu tertawa. Dunia tampak lebih hidup saat bersamamu, dan kamu pun merasakan hal yang sama. Tidak ada yang tahu tentang perjanjian kalian kecuali kalian berdua.
Haka, yang terkadang ada di setiap momen kalian, mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Dia memperhatikan perubahan dalam cara kamu dan Dunia berinteraksi. Pada awalnya, Haka tidak banyak bicara tentang hal itu, tapi hari ini, saat kalian bertiga sedang duduk di kantin seperti biasa, dia tidak bisa menahan diri lagi.
"Kalian berdua kenapa? Jangan bilang kalo lo berdua punya hubungan spesial?" tanya Haka tiba-tiba, memotong obrolan yang sedang berlangsung di antara kalian. Suasana langsung berubah hening. Kamu menatap Dunia sejenak, mencari jawaban dalam matanya. Kamu tahu pertanyaan ini akan datang cepat atau lambat, tapi kamu belum siap untuk menjawabnya. Tenggorokanmu terasa kering.
Dunia, yang duduk di sebelahmu, tampak lebih tenang. Dia meneguk minumannya perlahan, seolah-olah sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Lalu dia menoleh ke arah Haka dan menjawab, suaranya tenang namun tegas, "Gue sama Calula sepakat selama sebulan ini."
Haka mengernyit bingung. "Sepakat apaan?"
"Entah itu nyebutnya HTS, pacaran, atau TTM, yang jelas gue akan bikin Calula bahagia selama satu bulan ini," jawab Dunia dengan lantang.
Jawaban Dunia membuat dadamu berdebar. Meski kamu sudah mengizinkan hubungan ini terjadi, mendengar Dunia mengatakannya dengan suara lantang, di depan Haka, membuat perasaanmu bercampur aduk. Ada kebanggaan yang tiba-tiba muncul, tapi juga rasa bersalah yang menghantui. Kamu melihat Haka mengernyit, tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
"Seriusan, La?" tanya Haka, kali ini pandangannya tertuju padamu. Kamu bisa melihat kebingungan dan kecurigaan di matanya, seolah-olah dia tahu bahwa ada sesuatu yang salah di balik ini semua. Kamu hanya bisa terdiam, mencoba mengumpulkan kata-kata yang tepat, tapi tak ada yang keluar dari mulutmu. Pada akhirnya, kamu hanya bisa mengangguk pelan, mengakui semuanya tanpa harus berkata apa-apa.
Haka menghela napas panjang, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Jadi maksudnya sebelum lo sama Ben nikah, kalian ...." Haka bahkan tidak bisa melanjutkan kebingungannya. Atau jika dilihat dari wajahya, Haka tampak cemas dengan keadaan yang kamu dan Dunia ciptakan sekarang.