Selamat Ulang Tahun

Firlia Prames Widari
Chapter #13

Paman Tua - Selesai

“Kini yang harus kamu tolong itu diri kamu sendiri Rey, bukannya orang lain!” Suara mengomel keluar dari ponsel Rey, Vanesa pelakunya.

“Orang yang Mama bilang orang lain itu bahkan mungkin lebih banyak membantuku, lihat sekarang Mama di mana?”

Keduanya terdiam.

Rey tak terima karena Vanesa sebentar lagi akan mengirim orang suruhannya untuk menjemput Rey.

“Mama adalah orang yang rela menukar nyawa Mama agar kamu bisa lahir ke dunia Rey dan sekarang kamu lebih memilih orang yang menyeretmu ke pertarungan nyawa?”

“Ma ... benar ini untuk kebahagianku?” tanya Rey.

Vanesa terdiam.

“Konon katanya apa yang orang tua tuntut dibalik kata ‘demi kebaikan anak’, malah tak membuat anak bahagia,” lanjut Rey.

Masih tak ada jawaban dari Vanesa.

“Sepertinya jadwal Mama sekarang tidak sibuk sampai sempat meneleponku, bukannya sekarang ada RUU yang harus diusahakan ketok palunya itu? Bekerjalah saja, kumpulkan kekayaan, aku butuh banyak uang!” Rey menutup telepon setelah berujar demikian.

Bagaimana mungkin orang yang selalu sayang waktunya terbuang percuma, malah menghabiskan waktu berharganya untuk menasihati anak keras kepala. Bersikap seperti biasanya saja, itu akan lebih baik, pikir Rey saat mengucapkan ujaran yang menyakitkan tadi.

Pertarungan nyawa?

Rey merasa sudah terbiasa dengan yang namanya pertarungan, menyakitkan dan sulit memang, tetapi ia selalu berhasil melewatinya, pun kali ini.

Pasti bisa juga!

***

 Wanita berpakaian mahal, berpoles riasan mewah. Tidak menor, terlihat ia pandai berias dan begitu menjaga penampilan. Wanita itu lama memandang dirinya sendiri di cermin kamar mandi. Ia kabur dari ruang pertemuan kerjanya, sudah izin tetapi ini terlalu lama ia keluar. Pertemuan hampir berakhir, sedang ia berusaha keras menyembuhkan luka yang baru saja ia terima.

“… Bekerjalah saja, kumpulkan kekayaan, aku butuh banyak uang!”

Segar diingatannya bagaimana kalimat penutup yang Rey lontarkan dengan nada satir. Dia merasa sudah sekotor dan serusak itu reputasi dia sebagai ibu dimata anaknya. Jika saja ini sesuatu hal diranah pekerjaan, ia hanya perlu membersihkan jika kotor, memperbaiki jika rusak, nanti ia akan dapat ganti rugi atau kompensasi dari kesalahan yang terjadi.

Masalahnya hati manusia berbeda.

Ia hancur sehancur-hancurnya mendengar kalimat penutup telepon itu. Bukan sekali dua kali ia mendapat kalimat seperti itu, sekarang sudah ada di titik lelah. Sakit. Hancur hatinya, sulit ia memulihkan perasaan yang tidak bisa dikompensasi denga cara apapun itu.

Wanita bernama Vanesa itu mencari lipstik dan memperbaiki riasan di bibirnya. Selanjutnya memastikan matanya tetap indah tak terlihat habis menangisi ketidakadilan dalam hidupnya.

Tidak adil sekali, ia bekerja banting tulang demi masa depan anaknya, tetapi anaknya malah membenci perjuangannya dan mencintai kekayaannya saja, nir etika sekali. Vanesa harus melindungi dirinya dari luka-luka yang merepotkan dan menghabiskan banyak waktunya. Masih sulit ia menerima kenyataan pahit ini, tapi inilah hidup yang sudah ia pillih. Pada akhirnya ia harus menjalani semua pilihan-pilihan hidup yang telah ia buat.

Lihat selengkapnya