Bab 9
Dijemput Mama dan Papa
Aku tengah berlari di sebuah pantai sambil mengejar dua anak kecil. Yang satu mirip denganku dan yang satu lagi mirip Alghifari. Kami berempat sedang membangun sebuah istana pasir yang jaraknya pas sekali di samping laut. Awalnya istana yang kami bangun hanya dihampiri ombak beriak kecil, tapi lama-kelamaan ombak itu berubah jadi tsunami yang menyeret kedua anakku dan suamiku ke dalam laut. Aku berteriak-teriak histeris karena didera rasa kehilangan yang baru kali ini terasa sangat menyakitkan.
***
Aku lagi-lagi terbangun di sebuah ruangan yang mirip kamar pengantin dengan baju syar'i yang basah oleh keringat. Aku berlari ke arah pintu, mencoba membukanya, namun terkunci. Dan saat ingin mendobraknya, pintu sudah dibuka dari luar kamar. Aku sudah siap-siap memukul kepalanya dengan vas bunga, namun ternyata yang datang adalah Bude Haida!
"Bude? Sama siapa kemari?" tanyaku tak percaya.
"Ayo ikut, kita ndak punya banyak waktu. Kamu harus lari dari sini sebelum lewat tengah malam."
"Tapi kenapa Bude ada di sini? Gimana Bude bisa masuk?"serobotku dengan berbagai macam pertanyan
Aku melihat Bude Haida berlari dengan kecepatan rata-rata seorang pelari marathon. Padahal setahuku Bude tidak pernah dibiarkan melakukan aktivitas fisik yang berat, apalagi olahraga seperti berlari, sebab nanti asmanya bisa kambuh. Namun kulihat sekarang Bude Haida tampak lebih sehat, bugar dan tidak sesak napas lagi.
Kami sampai di sebuah tembok panjang yang menjadi batas paling belakang pesantren. Ia mengajakku memanjat tembok itu untuk kabur dari sini. Sebab mama dan papa sudah menunggu di luar tembok.
Namun saat sampai di atas , yang ada di bekakang tembok hanyalah sebuah jurang gelap yang tak terukur kedalamannya.
"Ayo lompat," ajak Bude Haida.
Aku mulai meragukan Bude. Ditambah lagi di belakang sana para santriwati mulai berlomba-lomba untuk menangkapku kembali.
"Cepat! seru Bude lagi."
"Jangan!" Cegah Bu Nyai, jangan kesana Ndok! Ayok balek, sudah ditunggu tuan khadi," bujuk Bu Nyai.
"Jangan lompat Athirah! Kami semua sayang sama kamu!" teriak Basimah diikuti santriwati lainnya sembari menangis tersedu-sedu.
Tak hanya itu, aku juga melihat mama dan papa tiba-tiba datang diantara kerumunan para santriwati.