SELAT GIBRALTAR

Manda Tiara Sani
Chapter #2

1. Lapangan Basket

"Hiduplah seperti air sungai, ia selalu mengikuti arus tanpa mengeluh sedikitpun."

---------

Gadis dengan balutan seragam putih abu-abu, khas SMA Taruna Sanjaya itu, kini tengah menajamkan pandangannya kearah lapangan basket. Ia tersenyum kecil, ketika melihat seorang cowok berkaos hitam polos sedang memantulkan bola basketnya. Keringat yang bercucuran memenuhi kening cowok itu, mampu membuat Iska terperangah.

Tubuhnya berjalan mendekat kearah Dimas. Ah sial! Sepertinya gadis itu melupakan sesuatu. Langkahnya berbalik arah, bukannya mendekati lapangan, gadis itu malah mendekati area kantin.

"Bu, air mineral satu!" ucap Iska, kepada penjual kantin itu.

"Ini neng," balasnya sambil menyodorkan satu buah air mineral berisi penuh.

Iska tersenyum, tangan kananya menerima air mineral itu, sedang tangan yang satunya tak dibiarkan untuk menganggur. Iska merogoh saku roknya, kemudian memberikan selembar uang 5000-an yang ada di telapak tangannya, kepada penjual kantin itu.

Sinar matahari yang menyengat kulit putihnya, membuat Iska berusaha menutupi wajahnya menggunakan salah satu tangannya. Kedua kaki jenjangnya bergerak mengitari lapangan. Senyumnya semakin mengembang, ketika Dimas menyadari kehadirannya.

Dimas melemparkan bola basketnya kepada teman-temannya. Sedetik berikutnya, ia berjalan setengah berlari kecil untuk menghampiri Iska, yang berdiri disamping lapangan.

"Nih!" ucap Iska sambil menyodorkan satu buah air mineral.

Tanpa basa-basi, cowok berkaos hitam polos itu langsung menerimanya. "Makasih," balasnya tersenyum kecil.

Dengan sekali gerakan, Dimas mampu membuka penutup botol itu, kemudian meneguknya sampai telak tak bersisa. Sepertinya, ia sangat kelelahan. Terlihat dari raut wajahnya yang sedikit merah padam.

"Udah selesai?" tanya Iska.

Dimas meremas botol itu, kemudian melemparnya ke tempat sampah, tepat sasaran. "Udah."

"Mau ganti baju dulu, atau makan? Aku udah bawain bekal, nih!" tawar Iska seraya menyeka buliran keringat yang memenuhi kening Dimas.

"Makan dulu deh. Ayo!"

Dimas meraih pergelangan tangan Iska, kemudian membawa gadis itu untuk menepi ke pinggir lapangan. Mencari tempat yang teduh untuk sekadar duduk, dan beristirahat.

Iska mengikuti langkah kaki Dimas, sambil tersenyum kegirangan. Gadis itu tak pernah menyangka, akan bisa sedekat ini dengan Dimas. Cowok yang notabenya ditakuti seantero sekolah. Bahkan, ketua geng besar yang dikenal ganas. Namun hal ini tak berlaku untuk Gavin.

Ketika semua orang lebih memilih untuk menjalin persahabatan dengan Dimas, berbeda dengan Gavin. Cowok pembuat onar dengan penampilan yang selalu terlihat acak-acakkan itu lebih memilih untuk berselisih dengan Dimas. Bahkan, mereka tak segan-segan untuk menyakiti satu sama lain.

"Hari ini bawa bekal apa?" celetuk Dimas.

"Pizza ala Iska! Harganya ekonomis, dan cuma butuh 2 bahan, ditambah bumbu-bumbu sebagai pelengkap," jelas Iska, menunjukkan kekehannya.

Dimas menggelengkan kepalanya pelan. "Pizza apa?" tanya cowok itu menautkan kedua alisnya bertanya-tanya.

Bukannya menjawab, gadis itu malah membuka bekal yang ada ditangannya, kemudian menunjukkan isinya kepada Dimas.

Cowok itu terkekeh pelan. "Ini namanya omlet, Is."

Lihat selengkapnya