Hari ini sudah hampir dua minggu semenjak keinginan Pak Adnan agar Adrian segera melamar Aruna. Semenjak itu pula, Aruna lebih sering minta bertemu di luar. Kalaupun menjemput, Aruna akan menunggu di luar pagar dan langsung berangkat.
Adrian mulai menyadari perubahan ini. Dia berusaha mencari tahu penyebab perubahan Aruna saat mereka pergi ke sebuah cafe milik temannya.
"Akhir-akhir ini kamu kenapa, sih? Kayaknya ada yang kamu sembunyikan?" Adrian curiga.
Aruna tak yakin untuk membicarakan ini. Tapi, tengat waktu yang diberikan bapaknya terus menipis. Aruna khawatir itu bukan sekedar gertakan setelah melihat perubahan sikap bapaknya beberapa minggu ini.
"Ad, kamu serius, kan sama aku?"
Adrian menatap Aruna heran. Ia menyuguhkan senyum tanggung untuk Aruna, saking herannya.
"Serius, kan?" Aruna menegaskan.
"Iya aku serius. Kamu ragu?"
"Kalau, aku minta kamu melamar, gimana ?"
Adrian yang semula hanya keheranan, kini terkejut dengan alis tebal yang nyaris bersatu.
"Maksudnya? Melamar? Menikah?"
Aruna hanya mengangguk pelan dengan wajah sedikit bergaris sendu.
"Runa, kita masih muda. Nikah itu butuh kesiapan mental dan ... finansial," jawab Adrian pelan diujung kalimat. "Aku, kan baru setahun ini merintis distro. Kamu sabar, ya, " kata Adrian sambil menggenggam tangan Aruna.
Hati Aruna jadi ciut. Ia berpikir bagaimana cara menyampaikan amanah bapaknya ini. Waktu yang diberikan tinggal dua minggu.
"Kenapa, sih Run? Kok tiba-tiba ngobrolin pernikahan?"
"Hmm ... ya - kita, kan sudah hampir delapan tahun pacaran. Kita ga pernah bahas tentang hal itu."
"Aku ga pernah bicarain ini bukan karena ga serius sama kamu. Aku cuma belum siap. Kalau aku sudah membicarakan pernikahan di saat belum siap, seakan aku cuma ngasih janji manis. Aku ga mau," lanjut Adrian meyakinkan.
Aruna menghela nafas pasrah. Kini kemauan bapaknya dan Adrian bersebrangan. Aruna harus menjadi jembatan untuk ini. Tapi membangun sebuah jembatan bukan hal mudah. Ada arsitek yang harus merancangnya. Lalu siapa yang bisa membangun jembatan agar keduanya bisa saling terhubung?
Aruna kembali memendamnya. Jawaban Adrian tak cocok untuk jadi pembuka pembicaraan tentang permintaan bapaknya sekarang. Tapi otak Aruna nyaris meledak. Bom waktu itu seakan siap meledak seiring habisnya tanggal di kalender bulan ini.
Sepulangnya dari sana, Pak Adnan sudah menunggu di teras. Dengan wajah seakan menagih hutang jawaban dari putrinya.