SELEPAS AKAD DENGANMU

Lail Arrubiya
Chapter #5

SAD-5

Lagi-lagi, Aruna harus menanggung beban masalah ini sendiri. Tekadnya yang berapi-api sirna begitu saja saat melihat wajah Adrian yang sumringah menceritakan betapa dia berantusias mengikuti acara itu. Aruna tidak bisa membebani Adrian yang sedang berjuang merintis bisnisnya, dengan keinginan bapaknya yang mendadak.

Tekad Aruna kembali berapi-api, tapi kini ia tujukan pada bapaknya. Ia bertekad untuk bicara dan membujuk bapaknya agar membatalkan keinginan konyolnya itu. Sebenarnya, Aruna bukan tidak ingin menikah dengan Adrian. Hanya saja, Adrian belum siap. Aruna tidak bisa memaksa Adrian yang sedang berjuang. Tapi mungkin ia bisa membujuk bapaknya untuk menunda keinginan untuk segera menikahkan putri tunggalnya.

Sampai di rumah, ia mendapati sebuah motor di parkiran rumahnya. Motor metik besar yang hampir sama dengan motor Adrian. Namun sepertinya ini keluaran lama. Aruna menebak siapa yang sedang berkunjung, karena ini pertama kalinya ia melihat motor itu di sini.

Aruna melangkah masuk dan mengucapkan salam. Salamnya dijawab oleh beberapa orang di dalam. Termasuk dua suara yang asing di telinga Aruna. 

"Kok, telat pulangnya, Runa?" tanya Bu Maryam menyambut Aruna.

"Mampir dulu, Bu, " jawab Aruna pelan.

Ia menatap dua orang tamu yang ada di ruangan itu. Seorang lelaki yang seumuran dengan bapaknya, yang sebenarnya beberapa tahun silam sering berkunjung dan seorang pria yang bahkan tak menatapnya.

"Om yusuf?" tanya Aruna menebak, karena ia sendiri lupa-lupa ingat.

"Masih inget ?" 

Aruna tersenyum, dalam hati senang karena tebakannya tak salah orang. Dan satu pria yang tak menatap Aruna, matanya berkeliaran menatap ke sembarang arah di rumah ini. Entah apa yang dia perhatikan.

"Ini anaknya Om Yusuf, kamu inget ga?" tanya Bu Maryam memperkenalkan pria yang tak menatap Aruna. Aruna lantas menggeleng tegas.

"Kalau Ziya, kamu inget, kan?"

"Inget, dong Om, " jawab Aruna girang. "Gimana kabar Mba Ziya, Om?"

"Sehat alhamdulillah. Cuma lagi harap-harap cemas, nunggu jagoannya lahir."

"Oh, iya sudah bulannya, ya," sela Bu Maryam antusias. "Maa Syaa Alloh, sudah mau punya cucu ya, Pak Yusuf." 

Mereka larut dalam obrolan tentang Mba Ziya. Sementara pria yang tadi nyaris dikenalkan, malah tenggelam dalam diamnya. Betah dengan diamnya.

Aruna pamit ke kamar dan meninggalkan mereka yang masih asik bicara. Sementara di samping Pak Yusuf, pria itu hanya mendengarkan sambil sesekali tersenyum menanggapi obrolan kedua bapak-bapak itu.

"Runa, kamu ikut makan malam, ya!" perintah Bu Maryam yang mengikuti Aruna ke kamarnya.

"Runa udah makan, Bu," ujar Aruna yang enggan bergabung.

"Turun aja, buat menghormati tamu," kata Bu Maryam masih berdiri di dekat Aruna.

"Bu ...," rengeknya berusaha membujuk sang agar berpihak padanya.

"Turun! Nanti Bapak kamu marah lagi," tegas Bu Maryam lembut.

Aruna sudah tidak bisa menolak, ia sedang berencana merayu bapaknya agar membatalkan keinginannya. Dan akhir-akhir ini bapaknya memang lebih sentimen terhadapnya.

Aruna turun setelah selesai membersihkan badannya. Mereka sudah di ruang makan sekarang. Aruna melirik pria yang sedari tadi terlihat tak banyak bicara. Dingin sekali.

"Ayo, silahkan Pak Yusuf, Mas Afzan," ujar Bu Maryam mempersilakan tamu mereka untuk makan. "Kalau bilang mau ke sini, kami bisa mempersiapkan lebih. Ayo Mas Afzan, makan yang banyak."

Lihat selengkapnya