Pagi ini Aruna sudah memesan ojek online untuk pergi ke kantornya, karena pangerannya sedang sibuk dan tak bisa mengantar Aruna ke kantor. Beberapa kali Aruna melihat jam di pergelangan tangannya. Tak lama, driver ojek online punp datang.
"Lama banget sih, Pak," gerutu Aruna.
"Maaf Neng, jalanan macet.”
"Kan, bisa nyelip-nyelip, " jawab Aruna ketus seraya naik motor. "Ngebut dikit ya Pak, udah telat, nih."
Masalah yang ada dikepalanya membuat perasaan Aruna sensitif dan melampiaskan pada orang lain. Itu sudah jadi bagian dari sifat buruk Aruna. Jika ia punya masalah, siapa saja bisa kena imbasnya.
Baru sampai di depan gerbang perumahan, tiba-tiba motor yang ditumpanginya terasa oleng. Sang driver ojek online menepikan motornya.
"Astagfirulloh," gumamnya terdengar khawatir.
"Kenapa, Pak ?" tanya Aruna masih ketus.
“Bannya bocor, Neng."
"Yaa ammpuun ... kok bisa, sih? Emang ga dicek dulu? Saya udah telat nih!" Aruna makin kesal.
Bapak ojek online itu hanya terdiam pasrah dengan omelan Aruna.
"Maaf neng, dicancel aja ya. "
"Ya, jelas dicancel, lah."
Wajah Aruna sudah tidak karuan. Hatinya dipenuhi kekesalan dengan keadaan yang tak memberinya keberuntungan.
Ia masih menggerutu menyalahkan pengemudi ojek online ketika tiba-tiba, sebuah motor metik besar berwarna hitam, menepi dan menghampiri mereka.
"Kenapa, Pak ? "
Aruna sepertinya pernah melihat wajah pria di balik helm itu. Ternyata padangan mereka bertemu saat Aruna berusaha mengingat wajah dingin itu.
"Bannya bocor, A, " jawab Bapak Ojol dengan logat sunda yang kentara. Si Bapak sudah berkeringat di pagi hari ini.
"Di depan biasanya ada bengkel 24 jam, coba tambal di sana," ujarnya seraya mengambil selembar uang dari saku jaketnya dan memberikan uang itu pada si Bapak.
"Oh, ga usah A."
"Ga apa-apa. Buat tambal bannya."
Karena dipaksa, akhirnya si Bapak itu menerimanya dengan mata yang haru.
“Makasih A, saya memang baru dapat orderan, malah bocor."
Aruna yang berada di antara mereka, masih memasang wajah ketus. Berusaha tak memperdulikan dialog keduanya.
"Neng, maaf banget, ya." Sekali lagi si Bapak itu meminta maaf karena tidak enak hati pada Aruna. Kemudian segera mendorong motornya ke bengkel yang disarankan pria itu.
Aruna tak menjawab dan masih terlihat kesal sambil berusaha mencari driver lain.
"Kamu putrinya Pak Adnan, kan ?"
Mendengar pertanyaannya, Aruna langsung ingat siapa sosok di balik helm itu. Afzan. Anaknya Pak Yusuf yang tempo hari berkunjung ke rumah.
"Kalau belum dapat ojek yang lain, saya bisa antar,” katanya dengan suara berat yang tegas.
Aruna mengerutkan alisnya. Ia mengecek ponselnya yang belum menemukan driver lain, sementara jam masuk kantor tinggal beberapa menit lagi.