SELEPAS AKAD DENGANMU

Lail Arrubiya
Chapter #13

SAD-13

Hingga malam kian gelap. Afzan tak mendapati Aruna di ruangan Pak Adnan. Padahal setelah percakapannya tadi, Afzan sedari tadi duduk di depan ruangan Pak Adnan, belum beranjak sedikit pun. Pikiran Afzan tak karuan mengingat gadis itu sedang tak stabil.

Dalam ketidaknyamanan Afzan, Bu Maryam keluar dengan wajah sedikit tenang. Pak Adnan sudah bisa tidur, tidak merasakan sakit di dadanya lagi. Ia menghampiri Afzan dan duduk di sampingnya.

"Mas Afzan, Ibu sampai lupa mengucapkan terima kasih. Saking paniknya."

"Ga perlu, Bu. Saya hanya kebetulan bertemu A-Aruna di jalan." Afzan terbata menyebut nama Aruna tak yakin. 

"Bukanya, ga ada yang kebetulan, ya? " ucap Bu Maryam dihiasi sedikit senyum simpul. "Pasti Alloh mengirim Mas Afzan, dengan hikmah yang lain."

Afzan merasa sedikit terganggu dengan ucapan Bu Maryam padahal tak ada yang salah dengan ucapannya. Ia sepakat bahwa tak ada sesuatu yang kebetulan. Tapi kalimat sebelumnya, ia ucapkan hanya supaya Bu Maryam tak merasa perlu mengucapkan terima kasih. Afzan hanya menyanggahi ucapan Bu Maryam dengan senyum tanpa protes.

"Maaf, sudah menarik Mas Afzan masuk dalam urusan kami. Aruna ... memang begitu kalau sedang kesal. Dia, akan menyalahkan orang lain jika merasa buntu." 

Ya, Afzan merasa Bu Maryam benar. Ia bisa mengambil kesimpulan begitu, setelah dua kali pertemuannya dengan Aruna di situasi yang tak bagus buat Aruna.

 "Dia pasti sakit hati, karena tadi Ibu bicara kasar sama dia."

Kembali teringat di benak Afzan wajah sendu Aruna saat ia tinggalkan. Ia merasa bersalah meninggalkan gadis kebingungan itu di sana, sendirian. Bahkan belum kembali sampai sekarang. Terlihat di ponsel Afzan sudah menunjukan pukul sebelas malam. Dan gadis itu entah di mana.

Bu Maryam sudah berusaha mencarinya, namun tak ketemu. Kini, bukan hanya khawatir memikirkan Pak Adnan, Bu Maryam mulai panik memikirkan Aruna yang entah di mana. Afzan menawarkan diri untuk mencari Aruna, sementara Bu Maryam harus mengistirahatkan tubuhnya yang sedari tadi dikuras tenaga dan pikirannya.

Entah mengapa, Afzan merasa harus kembali ke tempat mereka bertemu tadi. Afzan berjalan dengan rasa bersalah sambil membawa selimut Rumah Sakit yang tadi ditanggalkan Aruna di kursi tunggu.

Benar saja, dia masih di sana. Bersandar pada tiang tembok yang dingin sambil memeluk lututnya yang masih tertempel plester. Bibir merahnya masih merona walau tak secerah pagi. Tapi getar tubuhnya tak membohongi kalau ia kedinginan.

 Afzan menghela nafas menghampiri gadis kebingungan itu. Walau sudah di depan wajahnya, Aruna tak ingin melihat pria di hadapannya. Ia enggan bicara lagi setelah penolakan dari Afzan tadi.

“Pakai ini," ujar Afzan menyodorkan selimut yang sudah dilipat rapi.

Aruna tak menggapainya. Membiarkan tangan Afzan begitu beberapa detik. 

Lihat selengkapnya