SELEPAS AKAD DENGANMU

Lail Arrubiya
Chapter #16

SAD-16

Semalaman, Aruna tak bisa tidur. Wajahnya sendu tak bisa berbinar. Dalam lelap tidur kedua orang tuanya, ia melihat wajah mereka yang sudah keriput. Wajah lelah yang selama ini berusaha membahagiakannya. Ia rasa, keputusannya sudah tepat.

Tinggal bagaimana caranya ia bisa bicara pada Adrian yang belum menghubunginya. Aruna mengambil ponsel dan melihat sosial media, barang kali dia bisa sedikit mendapat informasi tentang Adrian saat ini.

Akun distronya masih aktif mengupdate produk-produk andalan dan poster untuk event sudah diunggah. Pasti Adrian sedang sibuk, sampai tak menghubunginya, begitu sekiranya pemikiran Aruna.

"Apa aku hubungi Adrian duluan? Aku harus menjelaskan semuanya, ga boleh sampai menggantung hubungan," tutur batinnya.

Aruna pergi ke luar agar tak didengar orang tuanya yang sudah lelap. Aruna mencoba menelpon Adrian, namun nomernya tak bisa dihubungi. Aruna mencoba lagi, dan masih tak bisa. Akhirnya, ia memilih untuk mengirim pesan, mengajak Adrian untuk bertemu.

Di bawah langit malam yang sama, di tempat yang berbeda. Afzan yang sedang berada di rumah orang tuanya tak bisa tidur nyenyak. Semenjak berjualan soto di sebuah ruko, Afzan memang tidak setiap hari tidur di rumah, dia lebih sering tidur di ruko.

Namun, hari ini ada yang perlu ia sampaikan pada keluarganya. Niatnya untuk melamar Aruna sudah ia sampaikan. Tak kalah terkejut, keluarga Afzan seakan tak percaya dengan permintaan anaknya. Namun, setelah meyakinkan, keluarganya menerima keputusan Afzan, meski masih terselip kekhawatiran di hati sang ayah.

Waktu malam sudah berada di sepertiga akhir, namun mata Afzan masih belum bisa terpejam. Ia memilih beranjak bangun dan mendirikan sholat sunnah. Begitulah cara Afzan yang sekarang menghadapi kecemasannya. Mengadu pada sang pemilik hati yang mutlak bisa membolak-balikan hati. Doanya terucap lirih penuh kecemasan. 

"Yaa Robb, seandainya memang jalan yang aku ambil penuh hikmah, maka mudahkan. Ridhoi jalan kami. Sungguh, aku berniat menikah karena Engkau, karena aku ingin menyempurnakan separuh agamaku. Jika, sekiranya belum ada cinta di hati kami, biarkan Engkau yang menumbuhkannya segera setelah kami halal. Agar berjalan sakinah mawaddah wa rohmah bahtera rumah tangga kami." 

Afzan berusaha meyakinkan hatinya bahwa kini ia sudah siap. Bahwa Aruna bukanlah Ralien. Aruna sudah mendengar sisi kelam hidupnya, dan mau menerima. Kisah kelam itu tak akan terjadi lagi kini. 

Keesokan harinya. 

Masih di Rumah Sakit, orang tua Afzan menemui orang tua Aruna. Mereka mengutarakan maksud kedatangannya adalah untuk melamar Aruna. Keluarga sudah memasrahkan pilihan pada anak mereka, semuanya hanya bisa mendoakan agar pilihan mereka adalah yang terbaik menurut Tuhan dan pandangan manusia.

Bu Maryam memeluk haru putrinya. Bu Maryam sadar, Aruna melakukan ini untuk membahagiakan orang tuanya. Ia merasa sedikit egois, namun tak dipungkiri dalam hatinya berdesir bahagia karena calon suami putrinya adalah Afzan. Pria yang beberapa hari ini banyak membantu keluarganya. Walau hanya beberapa hari, namun Bu Maryam merasa yakin, dia pria yang tepat untuk Aruna.

Mereka tak perlu acara pertunangan untuk segera melanjutkan ke jenjang pernikahan. Setelah obrolan itu, tanggal pernikahan segera disepakati. Bulan depan, mereka akan melangsungkan ijab qobul mengikat hubungan dalam ikatan halal.

Dalam bahagia yang dirasakan keluarganya, Aruna justru memendam duka karena belum mendapat jawaban dari Adrian. Ia membalut sendunya itu dengan rapat agar tak ada cela terlihat oleh yang lain.

Dalam bincang bahagia itu, ponsel Aruna menerima pesan dari Kirana. Memberitahu bahwa dia ada di depan ruangan Pak Adnan, namun canggung untuk masuk karena melihat ada keluarga Afzan di sana.

Aruna meminta izin menemui Kirana di luar. Saat pintu dibuka, wajah Kirana sudah terlihat cemas menatap Aruna.

"Temen bapak, ya?" tanya Kirana.

Aruna hanya mengangguk tanpa memberi penjelasan lebih.

"Run, Adrian …"

Lihat selengkapnya