Kirana tak bisa memberi kalimat indah untuk menghibur sahabatnya, namun ia rasa sebuah pelukan hangat bisa mengobati sedikit peliknya.
"Runa, maaf, tapi kayaknya ada yang harus lu temui dulu."
Aruna melepas pelukannya dan menengok ke arah isyarat mata Kirana. Di belakangnya, ada sosok pria yang sudah duduk menunggu Aruna dengan segudang penjelasannya. Aruna menghela nafas sangat berat dengan wajah sembab. Ia ingin menangis lagi rasanya.
"Rana, gue tinggal dulu, ya."
Aruna pamit meninggalkan Kirana yang tak mengerti apapun tentang Afzan dan Aruna. Namun, Kirana sadar ada yang sedang terjadi antara mereka.
Sepertinya mereka senang bicara di kantin setiap ada pembicaraan serius. Aruna dengan hati yang masih perih harus menjelaskan apa yang dilihat Afzan tadi. Wajah Afzan sudah menagih cerita walau tanpa bicara.
"Dia Adrian, pacar saya." Aruna membuka ceritanya dengan Adrian. "Kami udah nyaris delapan tahun pacaran. Sebulan yang lalu, Bapak minta kami segera menikah. Tapi Adrian belum siap, sampai akhirnya, seperti yang Mas Afzan lihat, saya berantem sama Bapak. Dan, membuat Bapak masuk Rumah Sakit. Sekarang, kami sudah resmi putus."
"Hebat kamu. Menerima lamaran saya di saat masih berhubungan dengan pacar kamu.”
Aruna tertunduk mengakui kesalahannya.
"Saya ga mau jadi penghancur hubungan kalian. Saya bisa membatalkan pernikahan kita. Biar saya yang bicara pada orang tua kita."
"Ga! Saya udah putus sama pacar saya. Sekarang, kamu mau mundur?”
"Lalu saya harus menerima kamu yang masih menyukai pacar kamu?" Afzan sungguh tak percaya dengan situasi yang membelitnya.
"Bukanya, cinta bisa tumbuh kalau kita bersama?" Aruna dengan pelan bicara seakan ia yakin akan mencintai Afzan. "Mas Afzan, saya janji, saya akan bersungguh-sungguh belajar mencintai kamu. Saya hanya butuh waktu."
Afzan tahu, ia sendiri menikah demi menghilangkan rasa khawatir di hati orang tuanya. Ia juga belum sepenuhnya menyukai Aruna. Tapi, ia merasa sudah membuat hati orang lain terluka. Ia tahu rasanya ditinggal pergi saat sedang sayang-sayangnya.
"Bagaimana dengan pacar kamu? Apa dia menerima keputusan kamu?"
Aruna mengangguk pelan. Ia tak yakin Adrian menerima semua ini. Melihat Adrian barusan, Aruna lebih yakin Adrian terlalu kaget dengan kabar yang Aruna bawa.
Afzan mengusap wajahnya, memproses sekelumit cerita menuju pernikahannya. Baru saja ia meyakini untuk kembali percaya pada cinta, deru ombak sudah mengguncangkan kakinya. Nyaris jatuh.
Kecemasan yang tadinya hanya seputar kesiapannya untuk menikah, kini bertambah pada Aruna yang masih punya rasa pada kekasih yang baru saja putus dengannya. Kembali, hatinya bertanya, siapkah Afzan untuk melangkah? Namun, bersamaan dengan itu, wajah bahagia orang tuanya melintas. Membayangkan, jika harus melukai hati orang tuanya lagi, membuat Afzan ngeri menjalani hidupnya lagi.
"Aruna, kamu sungguh-sungguh akan menjalani hidup dengan saya?"