SELEPAS AKAD DENGANMU

Lail Arrubiya
Chapter #31

SAD-31

Jika rumus Afzan, peluk bisa meringankan pelik. Maka rumus Aruna, jika bersalah maka hukumannya adalah genggaman tangan. Dua rumus itu sudah membuat sebuah jalinan cinta di antara keduanya. Membuat getaran cinta merambat lewat sentuhan. Bahkan Afzan dengan sengaja membuat kesalahan agar mendapat hukuman.

Dengan sengaja Afzan menggandeng tangan Aruna saat hendak berangkat kerja, membuat orang yang melihat ingin menggoda mereka.

"Maaf, saya melakukan kesalahan lagi." Ucapan maaf yang terucap dengan senyum tertahan.

Wajah Aruna merona dengan senyum tersipu malu. Setelah merasa motor Afzan sudah melaju jauh dari kedai, tangan Aruna memeluk Afzan dari belakang. Mungkin, mereka yang melihat sepanjang jalan menatap dengan tatapan wajar "anak jaman sekarang", atau iri karena jangankan dipeluk, yang dibonceng pun tak ada.

”Ini hukuman atau bonus?"

Aruna menepuk pundak Afzan. "Hukuman dong."

Di seluruh dunia, mungkin ini satu-satunya hukuman yang menyenangkan buat Afzan, hingga ia sengaja mencari kesalahan yang sebenarnya bernilai ibadah.

Walau tanpa kalimat sayang, namun jelas cinta sudah singgah di hati keduanya.

Sesampainya di parkiran kantor. Aruna tak lantas masuk. Ia menghela nafas kemudian meraih tangan Afzan, dengan cepat mengecupnya sampai terdengar suara "muach".

Afzan membatu tak percaya tangannya dikecup oleh Aruna.

"Hmm, ini ... masih hukuman?" 

“Ini bonus." Wajah Aruna sudah merah, ia bergegas pamit lalu pergi dengan perasaan canggung.

Aruna sedang jatuh cinta. Seperti dulu ia jatuh cinta pada Adrian. Namun kini, yang ia rasa lebih menggebu. Entah sejak kapan. Rasanya sangat cepat cinta itu tumbuh. Jauh dari pikiran Aruna sebelumnya, tentang belajar mencintai Afzan. Ia sendiri berpikir akan butuh waktu lama untuk bisa mencintai suaminya.

Nyatanya, cinta bisa menyeruak tanpa aba-aba setelah akad. Tak diketahui kapan ia masuk, bahkan ia baru sadar setelah cintanya berdampak pada tindakan irasional yang ia lakukan.

Perasaan nyaman saat ia tidur dipelukkan Afzan, merasa kalau itu adalah bantal yang hangat dan nyaman untuk bersandar, serta hukuman menggenggam tangan, itu hanya bagian kecil dari jalan cinta yang Tuhan berikan.

Hal yang mungkin tidak disadari Aruna adalah perasaan sakit saat Afzan tersakiti, atau perasaan sayang saat Afzan berjuang sendiri untuk rumah tangganya. 

Jangan ragukan sikap lembut dan perhatian Afzan. Membuat Aruna hampa jika tak mendapatkan kelembutan dan perhatian suaminya. Aruna sudah benar-benar jatuh dalam rengkuhan cinta Afzan.

Ia akan senyum-senyum sendiri saat membaca pesan dari Afzan. Isi pesan yang klasik, layaknya orang yang sedang kasmaran.

"Sudah makan? Sudah selesai kerjanya? Aku jemput sekarang, ya?"

Pertanyaan-pertanyaan pada umumnya orang pacaran. Yang luar biasa, Aruna sudah lebih dulu menggenggam tangan Afzan saat berjalan masuk ke rukonya.

"Apa saya berbuat salah lagi?"

"Kamu pasti akan melakukan kesalahan lagi, jadi biar aku kasih hukumannya duluan. Ga keberatan, kan?"

Afzan menggeleng kecil dengan senyum simpul yang manis.

"Malam ini, kita makan di luar, bagaimana?"

Aruna tak menolak dengan masih menggenggam tangan Afzan, menaiki anak tangga satu persatu, bersama.

Entah ini makan malam istimewa, atau mereka janjian berpakaian rapi malam ini. Afzan yang biasanya hanya mengenakan kaos, kini sedikit memilih baju di lemarinya. Tetap dengan kaos oblong hitam, hanya saja dipadukan dengan kemeja flanel biru dan celana navy. Afzan juga sedikit merapikan rambutnya.

Aruna yang baru saja keluar dari kamar mandi, terkesiap melihat Afzan yang menatap dirinya di cermin, sedikit bergaya, mengacak-acak rambut mencari model rambut yang sedikit berbeda.

"Eh, tumben rapi banget mau makan doang?"

Lihat selengkapnya