Beberapa bulan ini Aruna sudah mulai terbiasa ikut membantu Afzan meyiapkan keperluan di kedai. Siangnya, ia akan main dengan Medina atau ikut membantu menjadi kasir di samping Afzan.
Namun hari libur kali ini, ia merasa sangat tak nyaman. Baru saja selesai bermain dengan Medina dan berniat membantu Afzan lagi, ia melihat Sofia tengah asik berbincang dengan Afzan. Walau Afzan terlihat tak antusias bicara dengannya, tetap saja ia semangat mengobrol. Sepertinya sedang nostalgia.
Perempuan itu kerap menyengajakan datang dengan dalih ingin makan soto di hari libur, dan tak ada soto seenak soto Afzan di sekitar rumahnya.
"Mas Afzan inget Anto, kan? Dia titip salam. Padahal bisa lewat yang lain. Tapi dia malah menggoda aku, katanya biar kita CLBK."
Kalimat terakhir membuat Aruna mengerutkan alisnya. Membuat dadanya panas penuh emosi. Ia memilih keluar tanpa memperhatikan mereka. Lewat begitu saja.
"Aruna, mau kemana?" Afzan beranjak bangun mengejar Aruna.
"Mau makan di warung Etek. Bosan makan soto terus." Aruna tak menunggu Afzan menjawab, ia segera ke sebelah menemui Etek. Meminta makanan dengan menu penuh sambal.
"Etek, aku titip istriku, ya. Kedai sedang ramai." Afzan sengaja mengeraskan suaranya agar Aruna mendengar.
"Onde mande, istri kau hanya makan di sebelah," gerutu etek.
Terdengar Aruna mendengus kesal menatap makanannya. Mungkin itu akan menjadi pelampiasannya.
"Sedang bertengkar dengan suamimu?"
Aruna tak menjawab. Ia melahap nasi dengan sambal hijau tanpa merasa pedas.
”Afzan itu memang baik pada semua orang. Jangan cemburu buta," ucap Etek menemani Aruna di sampingnya.
"Etek, Sofia itu suka sama Mas Afzan. Kelihatan betul itu. Tapi Mas Afzan masih aja ngeladenin dia." Aruna mendengus.
"Oh, si Sofia. Ya ... dia memang sedikit agresif sama Afzan. Tapi, dari dulu tak dilirik itu si Sofia. Kalau dia suka, sudah dari dulu Afzan menikah dengan dia."
"Etek, Sofia mantan pacar Mas Afzan!" rengek Aruna.
"Onde mande, kau serius? Aku baru tahu. Pantas saja."
"Tadi aku dengar, dia bilang CLBK. Apalagi kalau bukan mantan pacar!"
"Sudah kau tanyakan sama Afzan?"
"Belum." Wajahnya ditekuk.
Tanyakan dulu, jangan cemburu duluan kau ini."
Aruna berfikir usulan Etek memang benar. Tapi tidak sekarang. Cemburu di hatinya masih menderu. Ia memilih menghabiskan nasi dan sambal hijau serta tambahan cincang khas minang berkuah santan kental. Entah sedang lapar atau terbakar cemburu, nafsu makan Aruna jadi meningkat.
"Tambuah ciek, Etek!"
Etek tersenyum heran melihat porsi makan gadis bertubuh mungil ini. Ternyata isinya banyak.
Beberapa menit setelah makan, Aruna tak lantas pergi. Dia masih ragu menemui Afzan. Masih ada sisa cemburu di hatinya. Bagaimana tidak, Sofia itu, sudah tahu ada Aruna di sana, tapi tak peduli sama sekali. Bebal.
"Sudah selesai makannya?"
Afzan langsung duduk di samping Aruna. Sayangnya yang ditanya tak mau menjawab dan memilih memalingkan wajah.
"Saya buat kesalahan lagi? Dapat hukuman lagi dong?"
Aruna mendengus.