Dulu, saat Aruna pertama kali bertemu Adrian di perpustakaan sekolah, hatinya langsung bergetar. Memang, kepopuleran Adrian sudah terdengar di seluruh penjuru sekolah. Saat masa orientasi pun banyak kakak kelas yang berebut menggodanya dengan berlaga sok galak, padahal hanya ingin mendekati Adrian.
Nasib mujur menghampiri Aruna, tepat di pintu perpustakaan mereka berpapasan, nyaris bertabrakan. Aruna yang terkesiap menjatuhkan buku yang dibawanya. Tapi sayang, itu bukan adegan film yang klasik. Adrian tak membantunya mengambil buku. Hanya minta maaf lalu pergi.
Saat itu, Aruna berdebar sekaligus kecewa. Kenapa Adrian sedingin itu padanya. Tapi takdir punya cara lain mempertemukan mereka.
Siang itu seorang ibu paruh baya tengah bicara dengan satpam penjaga pintu gerbang sekolah. Terlihat, ibu itu sedikit memaksa agar makanan yang ia bawa diterima oleh satpam. Aruna yang penasaran tergerak menghampiri keduanya.
“Kenapa, Pak?"
Keduanya langsung menatap Aruna.
"Ini, ibunya titip makanan ini untuk Adrian. Saya mana kenal anak baru."
Aruna berdecak, ternyata Adrian belum populer sepenuhnya. Atau Pak Satpam yang kuper.
"Maaf, kamu kenal Adrian?" Ibu bertanya sambil celingukan mencari Adrian.
Walau masih anak baru, di kalangan siswa, Adrian sudah cukup populer di sekolah. Dengan yakin Aruna mengangguk.
"Saya boleh titip makanan ini untuk Adrian?"
Mata Aruna berbinar, menerima dengan senang hati.
"Apa ada pesan buat Adrian, Bu? Nanti aku sampaikan." Aruna berharap ada. Agar ia bisa bicara pada Adrian.
Ibu itu hanya tersenyum. "Bilang, Ibu rindu."
Mendengar itu, Aruna seketika merubah ekspresinya. Mereka jarang bertemu? Tak pernah berkomunikasi? Sampai ibunya harus bilang rindu.
Dengan tanda tanya besar, Aruna berjalan ke kelas. Tapi Adrian tak di kelasnya. Berkali-kali Aruna bertanya tapi tak ada yang mengetahui Adrian di mana. Aruna melihat jam di tangannya. Jam istirahat nyaris selesai. Ia harus bergegas mencari Adrian. Dari informasi terakhir, ada yang melihat Adrian ke arah lab komputer.
Setahu Aruna, kelas sebelah baru selesai pelajaran komputer, sebelum jam istirahat. Deretan komputer terlihat tanpa penggunanya. Aruna masih penasaran, sambil menenteng kotak makan ia menyusuri lab kosong. Hingga di deret belakang, paling pojok. Sosok yang ia cari ada di sana. Duduk sambil menatap layar komputer dengan takzim.
Suara langkah kaki Aruna disadari Adrian. Ia menoleh dan didapatilah gadis manis itu tersenyum menatapnya. Menyodorkan kotak makan itu sambil bilang, " katanya, ibu rindu."
Adrian membeku dengan wajah heran. Ia mengenali kotak makan berwarna biru yang sengaja ia tinggal di rumah.
"Buat kamu aja."
"Kenapa?"
"Aku kenyang."
"Tapi, ibu kamu sudah rela nganterin, loh."
Adrian menoleh sebentar kemudian kembali fokus pada layar komputernya.
"Masakan ibu itu bisa mengobati rindu."
Kali ini Adrian terhenti. Kembali menatap wajah Aruna yang mengusik hatinya. Ia menggeser kotak makannya, membuka tutupnya. Seketika aroma lezat dari ayam kecap menyeruak di ruangan ini.
Ia memakannya perlahan sambil sesekali menelan ludah menahan sebuah perasaan berat di hatinya. Aruna masih di sana saat tiba-tiba bulir air mata jatuh di pipi Adrian.