SELEPAS AKAD DENGANMU

Lail Arrubiya
Chapter #39

SAD-39

Malam ini, di luar hujan turun dengan derasnya. Gemerlap kilat seperti akar serabut raksasa di langit. Diikuti suara guntur tak lama kemudian. Aruna sudah terlelap, sementara Afzan terpejam dalam sebuah kegelisahan. Setelah kejadian di acara reuni, sesungguhnya hati Afzan digelayuti kecemasan. Kehadiran Adrian, ucapan wanita teman-teman Aruna, semuanya masuk ke hati Afzan menciptakan kegelisahan. 

Memilih bangun di sepertiga malam, memanjatkan doa agar hatinya lebih tenang. Tak beranjak hingga fajar subuh menyambut.

Afzan masih tak banyak bicara setelah kejadian itu. Namun, ia tak meninggalkan kewajibannya mengantar jemput Aruna. 

Sore itu, melihat Aruna keluar dari gedung kantornya, Afzan melihat wajah lesu istrinya. Biasanya ia terlihat segar walau sudah seharian bekerja. Rambutnya tetap rapi, wajahnya berseri dihiasi bibir dengan warna lipstik coral kesayangannya, wangi parfum masih melekat di tubuhnya. 

Tapi kali ini, sudah dua hari bekerja dalam kondisi hamil muda, wajahnya lesu, bibirnya pucat, rambutnya diikat asal, kemejanya sedikit kotor.

"Mual lagi?"

Aruna hanya mengangguk lesu.

"Mau beli sesuatu dulu?" Afzan tahu isi perut istrinya pasti terkuras lagi.

Mereka mampir di sebuah kedai rujak kaki lima. Aruna bilang, makanan pedas bisa mengurangi mulanya, ditambah sensasi masam dari buah-buahan mengkal.

“Minum tehnya dulu," kata Afzan sambil mengoleskan minyak telon di pelipis Aruna. Ia memilih minyak telon karena aromanya yang khas dan hangat yang pas jika dipakai di pelipisnya.

Aroma minyak telon membuat Aruna lebih baik ditambah pijatan lembut Afzan di tangannya. Membuat beberapa orang yang sedang mengantri rujak memperhatikan mereka, mungkin iri karena mereka terlihat romantis. Atau mungkin dalam hati salah satunya berseru, "Halah, pasti pengantin baru, masih manis. Besok-besok, setahun kemudian, hilang sudah romantis begitu."

Sepiring rujak dengan bumbu gula merah kental membuat Aruna berbinar. Mangga muda, pepaya mengkal, kedondong, bengkuang juga jambu air membuat perpaduan manis dan asam menyatu nikmat di lidah Aruna. 

Afzan hanya menemani sambil sesekali meneguk teh hangatnya. Dalam hati sungguh, ia tak tega melihat istrinya harus mengalami ketidaknyamanan saat hamil muda di tempat kerja, tanpa ia di sampingnya.

"Aruna, kalau kamu resign, gimana?"

Pertanyaan Afzan membuat Aruna yang sedang menyeka mulutnya dengan tisu terhenti. Mengerutkan alis dengan tatapan bertanya.

"Saya kira, penghasilan dari kedai soto cukup untuk biaya hidup kita."

"Mas, sebentar lagi kebutuhan kita akan nambah. Aku ga apa-apa kok, ini, kan cuma di awal aja," Aruna menjelaskan dengan lembut.

Afzan menghela nafas tak berniat meneruskan pembicaraan, melihat sekitar mulai ramai. 

 

===

 

Hari Sabtu di akhir pekan, bukan berarti kedai sepi pembeli. Justru akhir pekan semakin ramai, banyak penghuni ruko dan luar ruko yang datang silih bergantian ke kedai. Termasuk Mbak Rani yang mulai menawarkan bantuan pada Afzan yang kewalahan. Hari ini Rizwan tidak masuk karena Medina sakit.

"Ga usah, Mbak. Ada Adin yang bantu saya," Afzan menolak halus tawaran Mbak Rani. 

"Ga apa-apa, warung aku lagi tutup. Arya juga lagi tidur." Mbak Rani bersikeras menawarkan bantuan.

Belum Afzan menolak, ia segera menyapa pelanggan yang datang. Menanyakan pesanan dan kembali pada Afzan dengan menyebutkan pesanan dari pelanggan yang baru saja masuk.

Dari atas tangga, Aruna yang melihat seketika menekuk wajahnya dan mengurungkan niatnya untuk turun.

Lihat selengkapnya