SELEPAS AKAD DENGANMU

Lail Arrubiya
Chapter #41

SAD-41

Kemarin saat Afzan menyusul Aruna yang menjenguk Medina, ia melihat seorang ibu yang baru saja keluar dari rumah sakit menggendong bayi mungil yang mungkin baru beberapa hari menatap dunia, ditemani entah oleh teman atau saudara perempuannya. Sambil menunggu mobil jemputannya, wanita di sampingnya bertanya, "nanti selesai cuti dedek bayinya sama siapa?"

Pertanyaan itu juga ikut muncul dalam benak Afzan. Siapa yang akan merawat anaknya jika Aruna bekerja? 

Malam hari, ia berusaha bicara lagi dengan Aruna soal ini. Ia mencari kalimat dengan diksi yang lembut agar Aruna mengerti maksudnya. Karena terakhir kali ia membicarakan ini, Aruna terlihat tidak setuju.

Di sofa ruang tengah, Aruna terlihat fokus pada ponselnya. Ia sedang membaca pesan dari Kirana tentang cerita Kirana kemarin.

"Aruna, setelah anak kita lahir, apa kamu masih mau bekerja?"

Aruna mengangguk, ia kembali fokus pada ponselnya.

"Kan, bisa dijagain Ibu, Mas. Ibu pasti mau, kok."

"Harusnya nenek itu main sama cucunya, bukan merawat seharian. Mereka sudah sepuh, Aruna. Jangan diberi tugas berat."

Aruna berhenti menatap ponsel dan menoleh ke arah Afzan dengan alis yang sudah berkerut.

"Kamu mau minta aku resign lagi?" Aruna sudah tahu arah obrolan ini. Ia menyergah dengan suara kesal. "Mas, selain buat nambah income kita, aku juga sudah betah kerja, aku ... mau meniti karier."

Afzan mengusap wajahnya. Dalam dadanya bergejolak perasaan kecewa mendengar jawaban Aruna. 

"Mungkin saya ga bisa melarang kamu. Saya hanya minta kamu bisa memposisikan diri sebagai ibu. Jangan sampai mimpi dicapai dengan mengorbankan anak kita."

Kalimat Afzan menyulut emosi Aruna. 

"Mengorbankan? Bahkan anak kita belum lahir, kamu sudah bilang aku akan mengorbankan anak kita. Aku kerja juga buat masa depan dia. Buat pendidikan dia, buat kebutuhan dia..."

"Saya ayahnya, saya yang akan bertanggung jawab atas semua keperluannya." Suara Afzan meninggi dibarengi raut wajah terlipat. 

"Mas, aku sudah bilang, ini bukan soal materi aja. Aku suka pekerjaan ini. Kamu, jangan mengekang aku. Kamu mau aku berjilbab, kamu mau aku berhenti kerja. Besok-besok kamu mau aku apa lagi?" 

Afzan mengepalkan tangan menahan emosi. Ia memilih pergi meninggalkan Aruna sebelum emosinya membuncah keluar.

Keduanya sedang dalam kondisi ingin dimengerti. Hanya saja tak ada yang mau mengalah. Afzan pergi keluar rumah. Berjalan saja menyusuri ruko yang mulai sepi. 

Ada mata yang menatap Afzan bahagia berjalan sendirian. Mbak Rani. Ia menghampiri Afzan, beramah tamah, basa-basi klasik, bertanya kenapa belum tidur. Afzan menjawab seperlunya, kemudian meminta izin untuk pergi. Ia tak mau masalah bertambah rumit jika Aruna melihatnya. Sayangnya, Aruna sudah melihat dari jendela atas. Dan kemarahannya bertambah. 

Sampai Afzan datang, entah jam berapa, Aruna pura-pura tidur. Afzan yang datang langsung tertidur tanpa bicara lagi pada Aruna. Membiarkan masalah mereka bercabang sampai esok hari.

 

===

 

Pagi-pagi sekali Aruna sudah siap berangkat. Tanpa bicara pada Afzan ia melenggang keluar kedai. Afzan menghela nafas, tahu ini akan terjadi. Aruna akan minta berangkat kerja sendiri. 

"Saya antar."

"Aku udah pesan ojek online."

Lagi-lagi Afzan harus menghela nafas berat di pagi hari. 

"Saya ga mengizinkan kamu pergi naik ojek."

"Aku ga bisa berangkat sama kamu dengan perasaan seperti ini. Ga nyaman."

Benar, Afzan juga merasa situasi ini tak membuatnya nyaman menatap Aruna. Entah canggung, kesal, marah, atau merasa bersalah. Pokoknya tidak nyaman.

Lihat selengkapnya