SELEPAS AKAD DENGANMU

Lail Arrubiya
Chapter #44

SAD-44

Pak Husni sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi Aruna masih berdiam di tempatnya. Menatap wedang uwuh yang dipegangnya, memantapkan hati untuk bergerak menemui Afzan. Senyum Afzan sudah terbayang di benaknya, rindu yang terkurung ego memberontak ingin keluar. Aruna mengambil ponsel di tasnya. Mencari nomer Afzan yang mudah ditemukan di antara deretan nama kontak di daftar kontak Aruna. 

Aruna menghela nafas, menyiapkan nada terindah untuk menyapa dia yang dirindukan. 

"Assalamualaikum," suara Aruna lembut menyapa. 

Dari seberang sana Afzan membalas lirih. Ia tak memberi kesempatan Aruna bicara, langsung menyergah lirih meminta maaf.

"Aruna, saya minta maaf, saya sudah menyakiti kamu dan anak kita. Saya mohon, kamu pulang, ya ..."

"Mas," Aruna menelan ludah mendengar suara lirih itu memohon. "Kamu sehat, kan? Kamu baik-baik aja, kan?"

Afzan tak menjawab. 

Entah dari mana datangnya perasaan sendu ini. Seminggu tak memandangnya, seminggu tak mendengar suaranya, membuat sendu menyeruak di hatinya. Bersiap menumpahkan air mata di pelupuk matanya. Suaranya dipaksa tegas walau bergetar.

“Mana bisa saya baik-baik saja tanpa kamu.”

"Aku ... pulang sekarang. Kamu tunggu aku, ya."

"Tunggu, aku yang ke sana. Kamu tunggu, ya. Aku jemput kamu sekarang," suaranya terdengar bersemangat sekarang. 

Aruna akhirnya menumpahkan air matanya saat telpon ditutup. Betapa bodohnya ia, menyangsikan perasaan ini, berpikir akan ada perpisahan. Mendengar suaranya saja rindu langsung memenuhi hatinya. Seketika ingin segera bertemu. 

Sungguh, betapa bodohnya ia, melihat dari sudut pandang kecil dari luasnya sudut pandang terbaik yang bisa ia lihat. Kebaikan Afzan yang berhamburan setiap harinya, tertutup oleh kesalahan yang sungguh, itu bukan mutlak kesalahannya. 

Keegoisan memanglah musuh dalam sebuah hubungan. Meruntuhkannya bisa meredam percikan api dalam hubungan itu. 

Aruna menunggu di tepi jalan, berharap segera melihat wajah kekasih hatinya begitu ia sampai.  Waktu terasa lama jika sedang menunggu. Aruna sudah gelisah menunggu Afzan, padahal ini baru lima menit. 

Gelisah Aruna tergantikan heran melihat sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Seseorang turun dan langsung membungkam mulut Aruna, aroma yang keluar dari sapu tangan itu membuat Aruna pusing, hingga hilang kesadaran. Ia segera dibawa masuk ke dalam mobil.

Masih ada nasib baik untuk Aruna, Kirana yang hendak melintas di jalan itu melihat kejadian tersebut. Ia tak sempat meminta bantuan dan langsung memacu motornya membuntuti mobil itu. Baru kali ini Kirana memacu motornya dengan kecepatan tinggi, berdoa saja dalam hatinya ia berhasil menyalip setiap kendaraan yang ada di depannya. 

“Gue harus ngasih tau Mas Afzan," gumamnya tapi tak bisa melakukan itu, tangannya dan matanya harus awas menatap jalanan. 

Lagi-lagi keberuntungan lewat, lampu merah memberi waktu Kirana menelpon Rizwan. Dengan singkat menceritakannya dan memberi tahu posisi terakhirnya lewat fitur berbagi lokasi saat ini. 

Kirana lega sudah bisa mengatasi satu masalah, ia masih harus fokus mengikuti mobil itu agar tidak diketahui si sopir. 

Lihat selengkapnya