Selepas Hujan

Makrifatul Illah
Chapter #2

SEBUAH TEMU #1

Percayalah, doa yang selalu terpanjatkan, akan di kabulkan oleh Tuhan, disaat yang tepat dan orang yg tepat pula, seperti kamu misal-nya..

@Muhammad Balya Ramdani

‘’Kring’’ Bunyi alrm jam terdengar di segala sudut kamar yang tidak terbilang kecil, sedang aku masih setia bergelantung hayut dalam mimpi-mimpi bersama tumpukan bantal guling lengkap dengan selimut, sudah di pastikan jika urusan tidur memang aku jagonya padahal alrm sudah setia sejak dari tadi mengeluarkan suara, begitupun sang bunda yang berulang kali menggedor-gedor pintu kamar ku, tapi tetap saja aku tidak sadarkan diri dari alam bawah sadar.

‘’Astagfirullah, bunda Ara kesiangan’’ aku berteriak memenuhi seisi ruangan sambil bergegas menuju kamar mandi, membiarkan bunyi alrm setia berdering di sentero kamar.

Ya, namaku adalah Najma Zahira tapi bunda sering memanggilku dengan sebutan Ara, statusku saat ini adalah mahasiswi baru yang di terima di salah satu Universitas ternama di kotaku dan jadwal hari ini seharusnya aku sudah berangkat sejak tadi pagi untuk mengikuti acara PMB (penyambutan mahasiwa baru) atau MABA oleh Universitas, namun karena kesiangan membuat skedjule yang telah di atur sedemikian rupa oleh diriku tadi malam telah lenyap seketika bagaikan kepulan asap.

Aku mengambil sepotong roti dan mengoles selai strowbery kesukaanku menggunakan tangan kanan lalu mengunyah kasar dengan posisi masih berdiri setengah terburu-buru, sedang tangan kiriku memegang susu coklat yang telah di buat oleh bunda dan meminumnya juga dengan tergesa-gesa.

‘’Heh, duduk dulu makannya, makannya kalau bunda bangunin itu bangun, jangan hanya iya- iya saja’’ bunda memarahiku dengan sedikit berteriak karena mendapatiku masih saja begitu tidak ada yang berubah padahal kata bunda sih ‘’Sudah menjadi mahasiswi kok masih kesiangan’’ tapi apa peduli ku toh aku juga berusaha semaksimal mungkin agar bangun tepat waktu, tapi memang dasarnya aku susah bangunnya, jadi ya di syukuri saja, anggap saja ini bonus dari Tuhan.

‘’Gak bisa Bun udah telat, Ara berangkat ya Bun, Assalamualaikum, dada Bun’’ aku melambai-lambaikan tangan ku pada bunda sambil berusaha berbicara meski di dalam mulutku masih berisi penuh dengan roti.

Butuh 30 menit, akhirnya aku sudah sampai di tempat kampus tercinta meski keadaannya hari ini aku mungkin tidak akan baik-baik saja, mengingat ini adalah hari baru bagi mahahsiswa seperti ku, tapi aku malah mengotorinya dengan acara telat bagun segala, meski begitu aku tetap memberanikan diri masuk ke ruangan Fakultas Sosial dan Politik.

Saat membuka pintu utama, semua mata tertuju kepadaku dari banyaknya sepasang mata mahasiswa di Fakultas Sosial dan Politik. Aku sedikit berkeringat dingin mungkin ini kali pertamanya aku di tatap banyak orang, namun ku coba menetralisir agar hatiku tetap tenang jika misal salah satu dari panitia mengintrogasiku, setidaknya aku bisa mengeluarkan suara dan tidak terlalu gugup.

‘’Hei, nama mu siapa?’’ ketenangan ku goyah saat suara menggelengar seorang laki-laki memanggilku dari arah belakang.

‘’Ara kak’’ jawab ku singkat sambil berputar 180 derajat menghadapnya .

 ‘’Ara siapa?’’ dia mulai maju selangkah ke arah ku

‘’Najma Zahira kak’’ aku mencoba tenang meski keringat dingin sudah tidak bisa di kondisikan.

‘’Jurusan apa?’’ tiba-tiba suaranya menjadi lembut saat tepat berada di depanku, hanya berjarak beberapa cm saja.

‘’Komunikasi kak’’ jawab ku agak gugup.

‘’Kamu tau apa kesalahan mu kali ini?’’ kali ini dia mulai menekankan suaranya meski tetap pelan.

‘’Iya kak, tau’’

‘’Tau sendiri apa dikasih tau?’’

‘’Tau sendiri kak’’

‘’Berarti sadar dong kesalahannya apa?’’ 

‘’Iya kak’’

‘’Ya sudah’’

Mendengar penuturannya sekilas aku melihat wajahnya yang beberapa helai rambut menutupi matanya, begitupin dia juga melihat ku sambil tersenyum simpul. Tanpa terfikirkan kami pun terdiam beberapa detik sebelum akhirnya aku memilih menuju ke posisi barisan kelompokku, namun langkah ku terhenti ketika si lelaki tadi memanggilku kembali.

‘’Hai mau kemana?’’ langkah terhenti lalu menoleh ke arahnya.

‘’Bukannya tadi kakak bilang...’’

‘’Bilang apa?’’ dia mulai maju satu langkah lagi ke arah ku, kali ini lebih dekat dari dugaan ku, hanya tersisakan 20 cm membuat jantung ku berdegup kencang.

Lihat selengkapnya