Selepas Hujan

Makrifatul Illah
Chapter #7

MALAM BERSAMAMU #6

Kamu itu hebat, sampai membuatku terpikat, semoga saja hadirmu bukan hanya sesaat.

Malam telah terlukis di langit dengan warna gelapnya, meski begitu bulan dan bintang hadir memberi secercah harapan bahwa gelap tidak melulu tentang kelam meski sinarnya sebagian tertutupi oleh sang mendung seperti cintaku padanya yang telah ku sebut sang pangeran dari negeri dongeng, dia terus saja meyakinkan ku bahwa Tuhan menciptakan alam dan seisinya itu untuk saling menguatkan bahkan saling memberi.

Entah harus bersyukur atau bagaimana, tapi yang pasti aku sangat menyayanginya, seperti kali ini aku dan dia sedang menikmati angin malam dengan mengendarai sepeda motor geddenya memutari jalan raya tanpa tujuan tapi rasanya aku sudah bahagia, sebahagia bintang dan bulan yang memancarkan sinarnya tanpa merasa ada yang unggul, mungkin itu lah devinisi cintaku kepadanya, cukup bersamanya telah membuat hatiku terus bergemuruh bahkan berdetak hebat.

‘’Ra, kamu beneran gak mau pegangan, nanti jatuh lo ’’ ucapnya dengan suara lantang sambil sesekali melihat ke arahku yang masih bersikukuh untuk tidak berpegangan saat mengendarai sepeda dengannya.

‘’Ih apaan sih kak’’

‘’Kok masih manggil kakak sih?, sejak kapan kita jadi saudaraan?’’

‘’Hahahah iya-iya Bapak Presiden yang terhormat’’

‘’Hahhaha, BTW jadi pegangan gak nih?’’

‘’Apah?? aku tidak dengar Pak Presiden, makanya di pelanin sepedanya itu, jangan ngebut- ngebut, nanti kalau aku jatuh gimana?’’ aku memang sengaja pura-pura tidak dengar ucapannya, karena memang dia mungkin sengaja mengendarai sepada motor geddenya dengan kecepatan tinggi.

‘’Iya makanya pegangan Ibu Negera, biar tidak jatuh’’ kali ini suaranya semakin meninggi berteriak di tengah kerumunan kendaraan yang berlalu lalang sesekali mendahuluinya.

‘’Ah gak mau, itu sih akal-akalmu saja Pak Presiden, hahhahha’’ aku masih bersikukuh untuk berusaha tidak memegang perutnya itu.

‘’Ya udah aku naikin ya kecepatan sepedanya’’ ucapnya dengan penuh senyum simpul, membuat aku sedikit kerepotan bahkan sedikit merasa takut jika aku terjatuh.

‘’Ih Pak Presiden, stop, pelan aja, pliss’’ aku berteriak sambil berusaha memegang jagetnya yang sudah berisi angin, dengan isak tangis yang tiba-tiba saja menetas bahkan sesenggukan, tangan ku gemetar secara tiba-tiba bahkan aku sudah lemas tak berdaya, dengan spontan dia langsung berhenti dan mematikan sepeda motornya didekat Halte Bus.

‘’Ibu Negara nangis?’’ dia mulai khawatir terhadapku terlihat sekali raut wajahnya seperti cemas membentuk beberapa kerutan di dahinya, sedang aku masih terisak tangisan yang tak bisa ku hentikan, air mataku terus saja lolos dari mataku begitu saja, mungkin ini kali pertama aku menangis dihadapannya.

‘’Maaf ya Ibu Negara, karena telah membuat mu menangis, maaf juga gara-gara aku kamu jadi menghapus air matamu sendiri , karena aku belum halal untuk menyentuhmu dan aku janji tidak akan ngebut lagi, maafkan aku ya Ibu Negara’’ mendengar ucapannya membuat rasa takutku sedikit lega.

Dialah Bapak Presiden yang selalu akan ku rindukan setiap saat bahkan setiap waktu, bukan, sungguh bukannya aku mencari perhatian hanya gara-gara dia mengebut di jalanan tadi, tapi sungguh karena ulahnya kini trauma ku kembali hadir melintas dalam bayang-banyang mataku, jujur aku tidak mau orang yang aku sayangi pergi begitu saja dari diriku apalagi tempat di hadapan mataku, sungguh aku tak mau itu terjadi lagi, cukup sekali dan hanya sekali aku tidak mau lagi.

Lihat selengkapnya