Candu dan rindu itu menjadi satu menyatu dalam rintik hujan yang sendu, semakin malam semakin sembilu bahkan terdengar pilu, hujan pun menjadi pelengkap syahdu ku, namun dirimulah tempat pulangku...
Semakin hari aku merasa semakin salah dengan hubungan yang aku jalani bersamanya atau mungkin ini semua adalah sebuah kesalahan yang paling membahagiakan, entah aku tidak bisa mendeskripsikan semua ini karena nyatanya dia telah membawa ku menjadi sesosok perempuan yang lebih baik walau aku tau pada dasarnya embel-embel hubungan kami memang tidak dibenarkan, entah ku coba melepaskan namun hati terasa menyakitkan, tapi walaupun dipertahankan aku juga merasa orang yang paling egois di muka bumi ini, apalagi dengan sifat ku yang ingin memiliki dia seutuhnya,bahkan terasa sangat menyakitkan apabila dia tiba-tiba pergi ke luar kota beberapa hari membuat hatiku semakin tak karuan.
Ya seperti saat ini sudah seminggu aku tidak melihat wajahnya tersenyum padaku, apalagi memandangi wajahnya, hanya Tlp dan juga chat yang kadang ia sempatkan untuk ku, walau ada saja waktu yang selalu menghalangi kami, membuat rasaku semakin tak karuan, entah aku ingin marah tapi tidak mungkin juga aku memarahinya tanpa sebab begitu, karena memang akupun menyetujuinya walau hatiku meronta.
Tepat di jam 19.00 wib, aku masih berkutat dengan tugas yang semakin hari semkain menumpuk di meja belajar ku, beberapa buku juga menjadi pelengkap malam ku kali ini, di tambah rintik hujan membasahi bumi membuat rasaku semakin candu tentangnya, padahal hanya di tinggal 2 minggu saja rasanya seperti kehilangan separuh tentangnya.
‘’Ah rintik hujan ini datang di waktu yang tidak tepat sepertinya’’ aku mendengus kesal karena mood ku tiba-tiba saja berubah menjadi lost.
Konsentrasiku juga sepertinya buyar kemana-mana, fikiran ku kini penuh dengan dirinya, padahal tugasku itu besok harus sudah dikumpulkan, aku semakin geram sendiri rasanya, akhirnya ku coba menghirup bau patricon aroma basah yang di tawarkan oleh hujan dengan membuka cendela, ku biarkan angin juga menerpa helai gorden putih untuk menari-nari, ku pandangi langit yang telah menghitam pekat gelap gulita sedang rintik hujan terus saja jatuh tanpa pernah berhenti sejenak, mungkin alampun mengetahui bahwa aku tengah merindukannya.
Nada dering Hp ku tiba-tiba saja terdengar pelan karena terkalahkan oleh rintikan hujan namun masih bisa ku dengar oleh telinga, segera saja ku lihat layar Hp dan sesegera mungkin menerima Tlpnya itu dengan wajah girang dan bahagia.
‘’Assalamualaikum Pak Presiden’’ rasa bahagia ku mungkin sudah tergambar jelas di kedua pipiku yang sudah memerah sejak panggilan itu hadir di sela rintik hujan.
‘’Waalaikum Salam Ibu Nyai’’ dia terus saja memanggilku Ibu Nyai, membuat ku sedikit memicingkan bibir.
‘’Ih, Pak Presiden, aku gak lagi pengen becanda’’ karena memang mood ku kurang baik jadi wajar jika aku merasa sedikit malas untuk meneladeni candaanya itu.
‘’Hahhahah, ya udah, lagi apa nih’’
‘’Lagi nugas ’’
‘’Ohh ya udah kalau gitu, kamu nugas aja biar....
‘’Ist gak peka banget’’ gumamku pelan namun cukup di dengar oleh dia.
‘’Apa Ra?’’ dia sepertinya ingin aku mengulangi perkataan ku barusan atau mungkin memang benera-benar tidak dengar.
‘’Ehm gak jadi’’ kesalku padanya membuat moodku semakin hancur rupanya.
‘’Kamu bilang apa tadi Ibu Negara?’’ nada bicaranya juga terdengar manja di telinga ku.
‘’Gak jadi’’
‘’Beneran, awal nyesel loh ya?’’
‘’Gak akan?’’
‘’Beneran?’’ bisa-bisanya dia menggodaku.
‘’Ih, iya beneran’’
‘’Sungguh?’’ dia rupanya belum puas juga dengan jawaban yang ku lontarkan.
‘’Sungguh, puas’’ jawab ku sedikit mengeraskan suara.
‘’Hahhahaha, ya udah cepet di kerjakan tugasnya’’
‘’Ih’’ dengusku kesal padanya.
‘’Hahhahaha, aku nyuruh kerjakan tugasnya bukan nyuruh ngeluh Ibu Negara"