Jangan menghilang jika ingin di cari, jangan lari jika ingin di kejar...
melepaskan sungguh tak sebercanda itu..
Sudah dua hari sepulangnya dia dari Jogja, namun aku belum bertemu dengannya, Tlp ku belum juga di angkat, bahkan WA ku juga bernasib sama, kadang aku berfikir sedikit merasa lelah akhir-akhir ini, tapi bagaimanapun aku harus mempertahankan hubungan ini, dengan selalu percaya, dan selalu berfikir positif tentangnya.
Entah apa hanya aku yang merasa bukan lagi prioritas mu, entah apa hanya aku saja yang merasa tersakiti, terkadang sulit saat kejadian yang memang sudah terbiasa tiba-tiba hilang begitu saja, entah apa hanya aku saja yang menganggap apapun kejadian yang berbau kamu selalu spesial atau bagaimana, entah apa hanya aku saja yang sekarang merasa sedikit kecewa dengannya, mungkin ini baru pertama kalinya aku merasa sakit namun tak ku utarakan bahkan diapun juga seperti tak mau tau.
Entah apa hanya aku saja yang membesar-besarkan moment yang memang terbilang biasa saja, sepertinya aku terlalu jauh menduga mu kali ini, karena khayal ku tidak tepat sasarannya, sulit ku coba mengatakan bahwa aku tak apa-apa, tapi sebesar apapun masalah itu, nyatanya dia memilih membisu dan tuli.
Padahal dia tidak pernah seperti ini, meski sesibuk apapun, dia tetap mengirimkan notif pesan singkat, bahkan ketika dia sudah sampai di Surabaya, namun kali ini jangankan notif pesan, kabarnya pun seperti tak ada di telan oleh bumi.
Aku mencoba menghubunginya lagi, namun kejadian serupa berujung dengan panggilan tak terjawab.
"Kemana saja sih kamu Pak Presiden, kenapa kamu tega membuat ku menanggung rindu sendirian" aku berdecak kesal.
Namun tak lama kemudian Hp ku berbunyi, dengan segera aku langsung menerima panggilan itu .
"Hallo Pak Presiden, kemana aja dari kemaren aku Tlp gak di angkat-angkat" aku terus saja mengomel tanpa tau siapa yang sedang menelfon ku.
‘’Hahahaha, rindu ya Ibu Negara?’’
‘’Banget’’
‘’Hem, mau ikut aku gak nih?’’
‘’Boleh, kemana memangnya?’’
"Beli buku, di jalan Semarang"
"Owalah ok"
‘’Hem ya udah sini turun, aku udah di depan rumah mu sekarang nih sama bunda juga’’
‘’Apah?, ok tunggu aku siap-siap dulu’’ ketusku sambal mematikan sambungannnya, sungguh aku kegirangan bukan main, hatiku sangat Bahagia, meski aku tau dalam pertemuan ini dia hanya mengajakku membeli buku di jalan Semarang.
‘’Yuk, aku udah siap’’ ketusku penuh dengan semangat.
‘’Hem talah, ya sudah hati-hati ya’’ bunda ikut bersuara di sana.
‘’Siap tante, ya sudah saya izin bawa Ara dulu ya, Assalamualakum’’
‘’Waalaikum salam’’
Aku sedikit mencubit pinggangnya disaat dia tengah asyik-asyiknya mengendarai sepeda.
‘’Aw, sakit Ibu Negara, emang kamu sudah kebiasaan ya mencubit ku di saat aku lagi menyetir’’
‘’Biarin, habisnya sih, Pak Presiden gak ada kabar sama sekali’’
‘’Hahhahaha, iya-iya maaf’’
‘’Emang se sibuk itu ya?’’
‘’Ya, gimana lagi Ra, kadang aku aja jarang mandi akhir-akhir ini’’