Selepas Hujan

Makrifatul Illah
Chapter #24

kabar duka #23

Aku masih menangisi dirimu dalam pekatnya lorong-lorong sang waktu, detik ini pun sama, aku masih terisak tentang mu yang kini belum jua bisa ku rengkuh bahkan merahpun sepertinya tak biasa..

Ya, sepertinya waktu juga enggan memberikan jeda sejenak untuk memberikan ruang buat kita, lebih tepatnya aku dan kamu..

Malam kian datang, meski tak ada bintang dan bulan yang menemani karena awan hitam telah lebih dahulu hadir dan menyita langit. Malam ini aku Sengaja membuka cendela membiarkan angin masuk kedalam kamar sambil menatap pohon tabebuya yang ada di halaman samping rumah. Mungkin rinduku kali ini bakal terus menggebu walau kemaren sempat bertemu tapi apalah daya dia terlalu sibuk , ah sudahlah padahal niatnya aku ingin berbicara sejenak perihal masalah minggu lalu yang masih belum menemukan titik terang, memang aku sengaja memilih break agar dia tau bahwa aku sangat menyayanginya, tapi kenapa malah begini rupanya, ku hirup udara membiarkan rasa gelisah ku perlahan menghilang bersamaan hembusan nafas yang keluar.

Tiba-tiba nada dering menepi, segera saja ku ambil Hp lalu sekilas ku tatap layarnya sebelum akhirnya memutuskan untuk mengangkat Tlp-nya dengan penuh perasaan bahagia karena sang pujaan hati telah menghubungiku.

"Hallo, permisi?" pungkas ku dengan nada girang.

"Iya dengan siapa saya berbicara?" rupanya dia sudah memulai candanya dengan ku.

"Dengan Ibu Negaranya Pak Presiden." pungkas ku menjawab candanya itu.

"Hehhehe, kamu bisa aja Ibu Negara, oh iya kamu sedang apa?"

"Sedang rindu."

" Serius Ibu Negara, emang lagi ngapain sekarang?"

"Ih aku beneran Pak Presiden, malahan bukan serius lagi tapi 2 rius , aku sungguh-sungguh rindu." jawabku menjelaskan kembali perihal hatiku yang memang tengah merindukannya.

‘’Hhhaaa, oh sedang rindu ya?"

"Hehehe, iya pakek banget tauk, kamu sih sibuk muluk."

"Hehhehe, iya-iya maaf, ya sudah ayo ketemu." secara tiba-tiba dia memintaku bertemu.

"Ah beneran?"

"Iya, kalau kamu tidak mau ya gak apa-apa,"

"Eh.. mau.." tegas ku memotong ucapannya dengan suara manja.

"Ya udah, di tunggu ya, di tempat biasanya Ra."

"Ok siap, Laksanakan."

Biarlah mendung menyelimuti dunia setidaknya rindu ku bisa terobati dan masalah yang dihadapi biar cepat terselesaikan, tak masalah walau mendung menyelimuti, yang penting hatiku bisa menemui tuannya untuk segera bercengkrama meski kemaren sempat bertemu di warkop walau sebatas obrolan yang menggantung, tapi aku yakin, dia akan menjelaskan detailnya pada ku malam ini. Buktinya dia memintaku bertemu di tempat biasa, kedai yang tak jauh dari rumah ku.

Sudah beberapa baju ku ambil dari lemari lalu ku tempelkan pada tubuhku yang masih lengkap dengan kapstoknya. Sambil berkaca di depan cermin tak lupa lengkap dengan senyuman simpul yang sejak tadi mengembang di pipiku. Aku masih kebingungan memilih baju dan hijab, entah apa spesialnya, padahal aku sudah terbiasa jika dia mengajak ku bertemu tapi malam ini sepertinya agak berbeda mungkin karena rindu yang belum sepenuhnya bertemu dan bersua.

Butuh 15 menit, akhirnya aku sampai juga di tempat biasa nongkrong bersamanya, ku lihat sekilas ternyata dia sudah stand by duduk di tempat biasanya. Segera saja aku langsung menghampirinya.

"Hai Pak Presiden," aku melambai-lambaikan tangan ku padanya, begitupun dia langsung menatapku sekilas. Segera saja aku langsung menuju ke arah tempat duduknya.

"Udah lama ya, nunggunya?"

"Oh enggak kok, aku juga barusan datang, mau pesan cappucino atau rasa lainnya?"

"Oh sama aja, seperti biasa."

"Oh ya udah." pungkasnya lalu dia memanggil barista.

Beberapa detik pun canggung, ku lihat sekilas dia juga sibuk dengan Hp-nya bahkan tanpa mengeluarkan sepatah katapun, sehingga akupun mencari topik pembicaraan.

Lihat selengkapnya