Selepas Hujan

Makrifatul Illah
Chapter #28

tlp misterius #27

Kau tau, apa hal terbesar yang aku harapkan saat ini, esok dan seterusnya? Cuma kamu, namun aku sadar aku siapa, kamu juga siapa. memang dulu pernah menjadi kita, sebelum akhirnya menjadi aku dan kamu... 

đź’•

Tanpa ku sadari, air mataku pecah seketika. Bibir ku kelu untuk berbicara sepetah kata bahkan ragaku lemas tak berdaya. Ya, kita sama-sama diam tak bersuara karena sibuk dengan pikiran masing-masing. Hampir lama masing-masing dari kita terdiam tak mengeluarkan sepatah kata, bahkan mungkin enggan untuk memulai terlebih dahulu sebuah percakapan. Terlalu sibuk menata hati, hingga air mataku tak kuasa terjatuh begitu saja, hati ku terkoyak bahkan terasa ngilu karena semenjak dia memutuskan berpisah, aku tak pernah mendengar suaranya lagi, tapi kali ini, aku seperti bingung harus bersikap bagaimana, antara bahagia atau bersedih karena keduanya hadir di tengah-tengah rindu.

"Hallo, Assalamualaikum." suaranya masih terdengar parau bahkan pelan.

Aku masih sibuk dengan pikiran dan hatiku yang tak bisa menyatu. Bibirku kelu, hanya untuk sekedar menjawab salam. Padahal aku tau, menjawab salam itu hukumnya wajib, Tapi entah kenapa, aku tak kuasa menahan semua ini. Hanya deraian air mata yang terus saja mengalir.

"Hallo Ra?" dia mengulangi lagi ucapannya.

"Ehm, iya, Waalaikum salam." pungkas ku dengan terbata-bata.

 "Bagaimana kabarmu Ra?"

Dia menanyaiku, sedang bibirku kelu untuk mengatakan aku tidak sedang baik-baik saja. Tapi percuma, meski aku berbicara begitu padanya, karena pada dasarnya, dia memang sudah bukan milik ku lagi.

"Ehm, baik." aku menjawab dengan tegas, meski tak bisa ku pungkiri bahwa air mataku terus saja mengalir begitu deras.

"Syukurlah." hanya itu ucapannya, sebelum akhirnya aku dan dia sama-sama terdiam. Hanya deruan nafas yang terdengar dari bilik Tlp.

"Ra, kamu menangis?" pungkasnya, meski aku tau suaranya pun terdengar parau.

"Eh, gak kok." aku berusaha tegas meski tak bisa ku seka air mataku, ia terus saja mengalir.

"Jangan bohong Ra, aku tau kamu sedang menangis, jadi gak perlu di tutup-tutupi kepada ku."

Mendengar ucapannya, membuat air mataku tak bisa lagi di Bendung, ku tumpahkan semua rasa sakit ku, hingga terdengar isakan.

"Aku gak papa kok." ku jawab dengan sisa tenaga, meski hati tengah lemah.

"Ra, bilang aja ya sama aku kapanpun jika kamu butuh aku. Jangan menjadi tegar jika misal kamu tak mampu, bilang saja jika misal kamu ada apa-apa. Aku tak suka jika kamu bilang aku gak papa, aku tau kamu Ra."

"Cukup kak, stop, kamu bukan siapa-siapa aku lagi, lalu kenapa aku harus mengatakan kepada mu perihal semua itu. Jangan membuat hatiku semakin sulit melupakan mu kak, dan satu lagi, jangan membuat harapan, jika kamu tak berniat kembali."

Segera saja ku matikan sambungan Tlp-nya. Tangis ku pecah tak terkendali, hati ku hancur berkeping-keping, ku tatap cendela masih saja hujan membasahi bumi, sehingga sendu ku tak di temani oleh bulan dan bintang.

Pesan masuk tertera di layar Hp, segera saja aku bergegas membuka dengan harapan bahwa chat itu dari dia seseorang yang tengah mematahkan hati ku. Memang terdengar aneh, meski telah dilukai, tetap saja aku masih berharap sama dia, bahkan aku berharap, bahwa keajaiban berpihak padaku. Namun setalah ku buka ternyata harapan ku musnah, chat yang aku pikir dari dia, ternyata dari operator.

*(AXIS) Kuota Lokal Paket BRONET 24 Jam spesial kota-mu hanya 20% lagi. Cek detail pemakaian kamu di aplikasi AXISnet atau telp *889#. Info838*

Lihat selengkapnya