Selepas Hujan

Makrifatul Illah
Chapter #29

plin-plan #28

Tak perlu di sesali bahkan merasa terluka atas semua rasa yang tak berpihak pada kita. Kita pun tak bisa memilih, bahkan memesan takdir yang sama sesuai kehendak kita. Karena sejatinya, kita hanya pemain dari produser terbaik. Dan aku yakin, skenarionya pun sudah pasti yang terbaik pula.

Baik bagi diriku, maupun dirimu. maka, cukup nikmati dan jalani saja alurnya. Aku yakin, kamu dan aku bisa melewatinya. Karena Tuhan pun tidak akan membebani suatu kaum melebihi batas kemampuannya.

@Balya Ramdani

💕

Hujan masih terus saja membasahi bumi. Langit yang gelap, seakan menemani gundahnya hatiku. aku tidak tau apakah keputusan ku memilih berpisah dengannya sudah baik atau tidak, tapi yang pasti, bagi ku ini lah yang terbaik.

"Ah, sudahlah." aku mengacak-acak rambut ku dengan frustasi. Entah ada apa dengan diriku, padahal sebelumnya aku sudah yakin akan keputusan ku. Mungkin hujanlah yang membuat hatiku begini.

Hari ini adalah malam terakhir ku di Indonesia. Meski di Belanda hanya 2 bulan, setidaknya aku bisa melupakan dia dalam hidup ku. Ya, aku bersyukur sekali saat mendengar pengumuman bahwa aku lolos seleksi KKN di luar negeri. Dengan begitu, aku tidak akan selalu di hantui rasa bersalah karena telah memutuskan dia pada malam itu. Bahkan manfaatnya lagi, selama di negeri orang, aku tidak lagi melihat wajahnya. Dengan begitu, aku pun merasa bahwa keputusan ku pun tidak semuanya salah.

Maka dari itu, karena ini malam terakhir, aku berniat untuk kumpul-kumpul bersama teman-teman organisasi ku, semuanya aku hubungi entah itu melalui group Whatsapp maupun chat pribadi, karena biasanya ada sebagian temen-temen yang jarang sekali membaca group, jadi aku punya inisiatif untuk menghubungi satu persatu.

Mengingat dia juga termasuk tim organisasi, mau tidak mau, aku juga mengirimkan pesan untuknya, meski terasa canggung, tapi apa peduli ku, toh, aku dan dia sudah tidak lagi menjadi kita, jadi anggaplah itu sudah menjadi masa lalu meski belum seminggu.

Demi kelancaran acara kumpul-kumpul, aku mulai mengetik satu persatu nama-nama teman-teman se organisasi, salah satunya dia, karena pesan sejak dari tadi belum juga di balas bahkan Tlp ku pun tak di angkat, sekalinya di angkat malah di matikan olehnya karena aku menanyakan perihal keadaannya, padahal aku cuma ingin tau karena kemaren aku mendengar dari si Nely mengatakan bahwa dia tengah sakit, lalu apa salahnya aku menanyakan kesehatannya meski aku bukan siapa-siapanya lagi, tapi entah dianya malah seperti sensi padaku lalu mematikan sambungan Tlp-nya.

Jadi dengan berat hati, akhirnya aku men VC dirinya. Ya, itung-itung, jika misal dia tidak hadir di acara kumpul-kumpulku nanti, setidaknya, aku bisa melihat wajahnya untuk yang terakhir kalinya.

Nada tersambung dengannya, dia mengangkat VC ku, lalu ku tatap wajahnya sekilas dan aku tersenyum padanya sedang dia hanya menatap layar dengan tatapan kosong.

"Kamu habis nangis?" tanya ku padanya langsung to the point, namun dia hanya menggelengkan kepalanya saja, karena melihat suasana canggung, akhirnya, akupun angkat bicara lagi.

"Hem, oh iya nanti datang ya Ra, aku tunggu pokoknya."

"Insya Allah kak." dia hanya menjawab 2 kata saja dan masih dengan tatapan kosong meski kelihatannya dia menatapku dari balik layar.

"Oh iya, pokoknya aku tunggu Ra, habis Isya' di Warkop 86, aku tunggu loh Ra, ya udah Assalamualaikum."

Lihat selengkapnya