Entah, apakah janji yang terucap juga terselip canda di dalamnya atau tidak.Yang pasti, hari ini aku tetap mempercayai mu lagi.
💕
Tidak tau mengapa, perasaan demi perasaan kini seperti terangkai kembali, kemaren hati yang tinggal sekeping kini mencoba utuh kembali meski tak semulus dulu, entah apakah keputusan ku memang benar atau tidak, sejatinya hati tengah meronta untuk terus mempercayai, seolah apa yg di katakan tentangnya adalah benar.
Harus berapa kali ku katakan meski hati tengah patah, meski rasaku sudah pengah, tetap saja aku akan selalu mempercayaimu, tanpa sedikitpun ragu, kali ini pun sama, aku masih tetap akan selalu memujamu dan mensanjung mu, tapi mungkin bedanya jika dulu aku membanggakan mu di depan Allah dan juga teman-teman ku, namun kali ini, aku hanya mendoakan mu saja, aku tak ubahnya seorang pengecut, mencintai seseorang yang tidak tau apakah dia masih ada rasa padaku atau mungkin sudah tak lagi..
Meski begitu, di cintai oleh mu adalah hal yang terindah bahkan anugrah yang tetap aku syukuri walau kamu sudah tidak di sisi ku lagi. Entah terkena angin apa aku malam ini. Sejak kepergian mu, aku selalu menangis tanpa pernah kenal waktu bahkan di detik ini pun aku semakin merana oleh mu, aku tau kamu sudah tak lagi menjadi kita, tapi bisa kah kita menjadi seseorang yang tak asing di hadapan masing-masing. Rupanya aku yang hanya menginginkan mu kembali sedang kamu sudah tidak lagi...
Malam ini sengaja aku tidak menghadiri acara tasyakkuran yang telah di undangannya, karena memang aku sudah tidak kuasa melihat wajahnya apalagi mendengar suaranya, meski di moment ini adalah hal yang paling aku nantikan karena sebentar lagi dia sudah berada di luar jangkawan mata, iya, dia akan mengikuti KKN ke Belanda, dengan begitu, harapan untuk menatap wajahnya sudah tak bisa lagi bahkan rindu ku pun akan susah terobati.
Sehingga mau tidak mau, akhirnya aku mengunjungi lokasi yang biasanya aku habiskan olehnya berdua menikmati senja, tapi bedanya kali ini aku tengah sendirian di gelapnya malam.
Sengaja aku datang ke sini, karena aku tak tau lagi harus bagaimana, mengingat hatiku terus saja meronta, menangisi dia yang tak bisa lagi ku raba, mencintai dia sungguh se sakit ini, aku terus saja menangis di tempat duduk yang biasa kita tukar sapa bahkan senyuman, sambil menunggu pesanan es krim datang, biasanya aku tak jemu berbicara perihal sesuatu yang tak terlalu penting namun bisa membuat dia tersenyum simpul, tapi sekali lagi ku katakan, bahwa kini kamu bukanlah bagian dari kita.
Aku tidak tau lagi harus bagaimana mengekpresikan kecewanya hatiku malam ini, hanya es krimlah yang sedia menemani ku di tengah hujan rintik-rintik membasahi bumi, mungkin terbilang aneh, karena di musim hujan, biasanya orang memilih meminum yang hangat-hangat tapi aku malah memilih es krim, tapi apa peduli ku, tubuhku memang dingin tapi hati ku tengah panas bahkan sakit. Aku masih saja memandangi jalanan dari bilik kaca yang terkena tetesan air hujan itu tanpa sadar seseorang mengagetkan ku dari arah belakang.
"Ngapain kamu disini?" Pungkasnya sambil duduk di sebelahku.
Saat itu aku merasa shok, ku tatap sejenak wajahnya lalu memilih menatap ke arah jalan raya, jujur aku tidak pernah menduga bahwa dia bisa datang kesini, meski rasa ku ingin, tapi sekali lagi, hati ku semakin sangat menyakitkan, bisa-bisanya dia muncul di saat aku sedang tak baik-baik saja.
"Kakak juga ngapain datang kesini?" Ku lemparkan pertanyaan yang barusan ia lontarkan pada ku, sambil mencoba menatap wajahnya lagi dengan sekilas. Jujur aku sungguh tak kuasa, ingin rasanya aku menangis tapi aku tak boleh lemah, aku harus buktikan meski aku merasa sedang tak baik-baik saja meski aku tak yakin bahwa air mataku akan bertahan tanpa mengalir begitu saja.
"Ya, aku mau makan es krim." dia menjawab enteng seperti tak ada sesuatu hal yang harus dan mestinya dia selesaikan.
 "Ya sudah, sama berarti." ku jawab juga dengan sekenanya saja. Lalu menatap jalanan kembali dari bilik cendela.
"Hem, kenapa tadi kamu gak dateng?" Dia menanyaiku kembali, tapi kali ini nada bicaranya seperti biasa saja, sehingga aku memilih menatapnya kembali.
"Hah, iya tadi lagi ada udzur."