Dari sudut otak kusut ia merangkak melalui sisi tergelap jiwa manusia yang berkalung kembang dosa.
***
“Jadi, dia merupakan seorang janda yang bekerja di sini baru dua hari?” tanya Pak Zul. Ia mengeraskan rahang lantas mendesah sejenak.
Malam makin naik, disertai riuh suara jangkrik, sementara garis polisi terpasang di depan gerbang rumahku. Dua mobil polisi dan satu ambulans terparkir di halaman depan. Tak pelak, para warga berdiri berkerumun di luar gerbang, meski terhalang penjagaan ketat. Wartawan mulai berdatangan, seperti serigala yang mencium bau mangsa. Mereka tak ingin ketinggalan, seolah antena penciuman mereka terhubung langsung ke setiap peristiwa yang sedang terjadi.
“Ya. Dia baru mulai bekerja dua hari lalu,” sahut Andre. Ia mewakili bicara karena aku sungguh masih syok.
Warga tak bisa menyembunyikan rasa penasaran, terutama karena mobil polisi dan ambulans itu ada di rumahku. Sialan, dalam sekejap aku menjadi tenar akibat penemuan mayat di dalam rumah ini. Awalnya, aku takut menelepon polisi, tetapi Andre meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Apa yang terjadi di rumah ini, pada hidupku, rasanya semua jadi berantakan. Mengapa kehidupan ini seakan-akan berubah menjadi neraka?
Seorang polisi wanita—dengan potongan rambut pendek seperti mendiang Dolores vokalis The Cranberries—mendekat dan menyodorkan gelas berisi air putih padaku. Pak Zul kembali menarik napas panjang, seolah-olah ia mencoba memperpanjang ususnya dengan udara. Entahlah, aku sudah terlalu lelah untuk berpikir jernih. Zul, pria besar bertubuh kekar dengan wajah yang dipenuhi bopeng bekas jerawat, membuatnya terlihat amat tua. Aku memperkirakan kalau dia berusia lima puluh tahunan. Aksen Maduranya kental, dan beberapa kali ia mengerutkan kening, tampak seakan mencari-cari jawaban.
“Dik Erin, apakah Bu Ani memiliki anak?” tanyanya dengan hati-hati.
“Ya. Dia punya seorang anak laki-laki—berkulit putih, tidak terlalu tinggi, tapi entah ada di mana sekarang. Mungkin dia merantau jauh.”
“Jadi, Anda baru saja pulang bersama Andre dari menonton film di bioskop? Setelah Andre pamit pulang, Anda masuk rumah dan menuju dapur untuk mengambil minum, lalu menemukan mayat Bu Ani?” tanya Pak Zul dengan suara berat.
“Ya,” jawabku dengan suara gemetar. “Tepat saat saya membuka kulkas, saya melihat kepala Bu Ani di dalamnya. Tubuhnya tergeletak di dekat meja kayu. Saya terkejut, panik, dan langsung menelepon Andre.”
Andre yang duduk di sampingku, wajahnya pucat, hidung bangirnya sedikit kaku, tak kuasa menahan kegelisahan. Ia mengangguk pelan. “Benar. Saya sedang naik motor saat gawai saya berdering. Saya menepi, mengangkat panggilan, dan langsung kembali lagi ke sini.”
Pak Zul mengangguk, lalu menggaruk dagunya. “Mengerikan. Kenapa pelaku meletakkan kepala korban di dalam kulkas? Jika ini perampokan, mengapa tidak ada barang-barang hilang, jelas saja ini murni pembunuhan.” Suaranya terdengar lirih, penuh tanda tanya.