Kami sembahkan sesaji dari potongan hati di altar batu berlumut, melalui jemari lentik dan tangan kokoh menghantarkan kepedihan.
***
“Masa kecil harus menyenangkan. Bermain sepak bola di lapangan, main petak umpet, berenang di sungai, ataupun bermain kelereng. Namun aku tidak suka semua permainan itu, aku ingin menjadi koki andal seperti ayah. Meski seorang pria, tidak ada salahnya pandai memasak. Pisau, sendok, garpu, apa saja yang bisa digunakan untuk mengolah makanan sangat membuatku tertarik.”
Suaranya sangat khas seperti bocah pada umumnya. Ia melompat turun dari atas meja. Apa yang ia bicarakan, ingin menjadi koki? Kenapa tiba-tiba mengatakan hal seperti itu, ia bahkan tak menjawab pertanyaanku. Perlahan aku melangkah mendekati bocah laki-laki tersebut, sekali lagi aku melontarkan pertanyaan sama, “Siapa namamu, Dik?
Ia menyandarkan tubuh kecilnya di tepi meja, seulas senyuman datar terukir di wajah sang bocah. Kami hanya terpisah jarak beberapa langkah, suasana terasa sepi, seakan waktu pun ikut berhenti.
“Maukah kau mengajariku memasak makanan lezat?” ujarnya.
Aku terdiam sejenak, membiarkan ucapannya menggantung di udara. Terlepas dari pertanyaan bocah itu, aku sadar, memasak bukanlah keahlianku. Namun siapa sebenarnya dia? Dari mana ia muncul? Aku membungkuk, kedua telapak tangan menopang lutut, rambutku tergerai longgar, hampir menutupi pipi. Dengan suara rendah, aku menjawab, “Kakak tidak pintar memasak, memangnya kau ingin memasak apa?”
“Memasak jeroan ayam dan kucing,” ucapnya lugas.
Aku skeptis, seketika tubuhku terangkat, nyaris terpelanting ke lantai karena kehilangan keseimbangan. Tubuhku terhuyung beberapa saat sebelum akhirnya berhasil kembali berdiri tegak. Apa yang baru saja ia katakan? Memasak jeroan? Tanpa sadar, pikiranku langsung terarah pada kejadian ganjil di rumah—aku sering menemukan jeroan yang sudah membusuk di dalam pot. Mungkinkah…? Tidak! Ini mustahil. Bocah ini baru muncul sekarang, bagaimana mungkin ia yang melakukan itu? Entah kenapa, rasa cemas merayapi pikiranku.
“Adik masih kecil, jangan berbicara tentang jeroan seperti itu, ya. Di mana orang tuamu? Biar kuantar menemui mereka.”