Diamlah, dasar sundal keparat! Tak ada yang mau memakan belatung-belatung darimu.
***
Perempuan tersebut berlari mengejarmu, bagai pemangsa yang hendak menerkam binatang buruan. Dalam kekalutan, bak dicecar ribuan anak panah, dirajam cambuk duri, seakan ada kain kusam membebat kepalamu hingga seluruh badan. Bersama kehampaan, kefanaan, kepanikan, kau seperti gadis pincang dari jurang kematian kelam, datang dari semenanjung kengerian berusaha kabur dari realitas kehidupan.
Kau tak ingin mati, belum siap untuk mengakhiri semua hal. Apa pun yang terjadi, kau teriak memohon, berharap ada jalan keluar dari jerat kehidupan penuh penderitaan, dari nafsu yang mengikat erat. Terlalu banyak kebohongan, drama tak berguna hanya menambah beban. Di sekelilingmu, kau menyaksikan tragedi busuk terus berulang—manusia saling mencaci, menggunjing, memfitnah, dan mengutuk. Semua tampak seperti lingkaran kebencian tak pernah berhenti, memakan mereka yang terperangkap di dalam kekacauan.
“Apa dirimu mau bebas dari belenggu para manusia biadab?” tanya perempuan gotik dengan suara berat, seakan memancarkan kekuatan. Dengan tubuh besar, bermata lebar, memancarkan keteguhan yang tak terelakkan.
Kau terdiam sejenak, kebingungan menyelimuti, lalu bertanya singkat, “Maksudmu?”
“Kau akan tahu bila kau menurut,” jawaban datar mengalun dan terdengar penuh teka-teki.
“Menurut?” kau bertanya, hampir tak percaya dengan ucapan barusan.
“Ya. Mau mendengar?”
Kau menelan ludah, menatap dalam-dalam. “Katakan.”
“Baik,” dengan penuh suara kepastian, seolah sebuah kisah besar siap untuk dimulai.
“Namun tolong jangan ada pembunuhan,” wajahmu memelas dan takut mati.
“Tak ada yang ingin membunuhmu. Untuk apa melakukan pembunuhan?”
Wanita gotik terdiam, kau termangu. Untuk sesaat tak ada suara apa-apa, senyap, seperti dalam ruangan dengan peredam suara. Sesaat, seolah-olah telingamu hanya mampu mendengar aliran darah mengalir di tubuhmu, detak jantung yang berdentum keras, dan napasmu makin berat, makin terburu-buru.
Perempuan gotik ingin membebaskan dirimu? Namun membebaskan dari apa? Kebingungan menggulung. Apakah sudah tak ada lagi tempat untukmu di dunia? Apakah kau terpenjara dalam rasa sakit, dan maksud kebebasan, apakah dunia luas, tempat kau bisa leluasa melakukan apa saja tanpa ada yang menghalangi, tanpa ada cibiran, tanpa lagi kepalsuan menyelubungi? Pikiran aneh berputar-putar tanpa adab. Semua terasa kabur, seperti bayang-bayang yang melarikan diri dari cahaya.
“Jadi?” tanyamu.
“Untuk saat ini aman, tak akan ada pembunuhan. Mungkin. Belum ada alasan.”
“Mungkin, katamu? Alasan? Jadi kau akan tetap melakukan pembunuhan?” Kau masih ketakutan bila tubuhmu terkoyak jadi makanan.
“Tidak untuk saat ini. Jadi dengarkan saja.”
“Lekaslah katakan.”