Selimut Ilusi

Yusuf Mahessa Dewo Pasiro
Chapter #26

Filantropi

Apa mata ini mampu melihat indah pelangi? Tidak, sebab filantropi dalam hidup para binatang tidak sehangat manusia.

***

Hai Erin!

Suara itu masih terngiang, ia meminta diajari memasak—lalu mengatakan tentang jeroan ketika ia ingin menikamku. Ia menyapa, tahu namaku, dan membawa pisau. Kemudian, kenapa mayat Devi ditemukan berlumuran darah dan ada luka tusuk? Lumuran darah itu mirip dengan mayat seorang pria di tengah jalan.

Aku menghela napas dalam-dalam, mencoba menyusun potongan-potongan kejadian ganjil yang terus mengusik pikiranku. Tidak mungkin orang terdekatku melakukan pembunuhan itu dan menjebakku. Apakah Paman Ihwan yang melakukannya? Tidak—aku menepis dugaan itu begitu saja. Tunggu! Mungkinkah Andre membunuh mereka? Ah, mustahil. Kami baru saling kenal, dan saat aku menemukan mayat di tengah jalan, dia tidak tahu apa-apa tentangnya. Lalu siapa yang bisa melakukan semua ini?

Mentari telah sepenuhnya menghilang, malam sunyi dan penuh tanda tanya tiba. Hening begitu mencekam, seolah segala sesuatu telah terhenti. Hari-hari berlalu makin berat, tiap detiknya seperti menekan dada. Dan, keesokan harinya aku sudah melakukan kegiatan lain—lebih gila.

Hari ini, Pak Zul menuntunku menuju ruang tunggu yang sejuk dengan pendingin ruangan. Aku duduk dengan gelisah, menanti hasil pemeriksaan kesehatan yang seakan tak kunjung tiba. Rasa jenuh perlahan menjalar, dan untuk mengusir kebosanan, aku mulai mencari-cari artikel di internet yang mungkin bisa mengisi waktu. Ah, mungkin cerita tentang asal-usul Teddy Bear. Baru saja jari-jariku mengetikkan kata “Ted” di mesin pencari, namun sesuatu yang lebih menarik muncul di layar. Kata kunci kelima mengundang rasa ingin tahu: Ted Bundy-Pembunuh Berantai Amerika. Tanpa berpikir panjang, aku mengurungkan pencarian tentang Teddy Bear dan malah memilih untuk membuka artikel tentang Ted Bundy. Nama itu muncul dengan begitu jelas di hasil halaman pencarian, seolah mengundang untuk dijelajahi lebih dalam.

Pembunuh berantai bernama Ted Bundy, fakta-fakta, artikel berita, kisah hidupnya, dan sampai pembahasan tentang dirinya, ia dianggap sebagai pembunuh berantai paling tampan. Aku membaca kisah Ted Bundy dan membuat bulu kuduk meremang, ia gemar memerkosa mayat korbannya. Eh, bukankah memang banyak orang gila macam ini, sepertinya juga akan terjadi sampai masa depan, kegemaran memerkosa mayat. Membunuh sang kekasih lalu diperkosa, bisa saja, kan? Tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi di Indonesia. Kini aku tak meneruskan membaca, mataku mulai lelah karena menatap layar gawai. Aku menarik napas dan mengembuskan dengan cepat, batinku bernyanyi—bersenandung. Nada-nada tak jelas bermain di kepala, huh! Jenuh sekali.

Lihat selengkapnya