Turunlah, turunkan segala gundah, membungkuklah di kesucian altar batu berlumut ini.
***
“Jangan!” teriakan itu keluar dari kerongkonganku, melengking begitu keras, membahana sekencang-kencangnya, seolah mampu menggedor langit ketujuh, menembus kerak bumi, memecah ombak, dan menghancurkan pasak bumi. Suaraku seperti tak terkendali, penuh kepanikan dan ketakutan.
Bagas berlari mengejar, langkahnya cepat, seakan ingin menangkapku yang sudah memasuki sebuah ruangan.
“Erin. Kau bilang ingin membantuku? Kenapa kau melakukan semua ini padaku?” tanyanya, suaranya dipenuhi kebingungan dan amarah.
“Membantumu?”
“Kau harus mati!” Bagas mendadak menodongkan pisau hendak menyerang. Aku berusaha menghindar. Bagas membalikkan badan dan kembali menyerang, tetapi ayunan pisaunya berhasil kutangkis. Tenagaku masih cukup kuat untuk melakukan perlawanan.
“Kenapa kau menyerangku!?” tanyaku.
Bagas hanya terdiam. Ia berhasil menggigit lenganku tetapi aku berhasil merebut pisau itu dari tangannya, dengan sigap aku menusukkan pisau itu ke dada dan perutnya. Seketika ia ambruk. Pandanganku kabur dan ternyata yang tersungkur adalah perempuan. Devi ...? Dia Devi. Tanganku gemetaran dan aku berteriak histeris, apa yang telah kulakukan.
“Kau kenapa! Hoi! Sadarlah!”
Suara itu menggema, memecah kesunyian di dalam kepalaku, seakan ada yang dengan sengaja menyuruhku untuk sadar. Mendadak, wajah mengerikan muncul di benakku, begitu jelas dan tajam. Kilatan petir membelah kolong angkasa, menyinari ruang di sekitarku dengan cahaya yang menyakitkan, membuat kepalaku berputar, pusing tak tertahankan. Wajah itu, wajah itu makin mendekat, makin nyata. Siapa dia? Siapa dia? Kenapa begitu mengerikan, begitu menakutkan? Mataku terbuka lebar, berusaha memahami, dan akhirnya, wajah itu makin jelas—dia perempuan gotik. Ia mendekat dan meraih leherku, mencekik diriku dengan kuat. Aku tak bisa bernapas.
“Hen ... hen-tikan!” suaraku terbata-bata makin lirih.
Latar belakang sambaran kilat, iringan suara guntur memekakkan gendang telingaku, sejurus kemudian, sosok mengerikan itu—perempuan gotik, tiba-tiba ia terlontar amat jauh hingga berguling di tanah becek karena hujan deras. Mendadak, justru ada tangan perempuan lain berhasil meraih tanganku dengan kuat, menggenggam dan langsung menyeretku pergi.