Langit mulai meredup, mentari merambat turun lalu tersembunyi di dalam tanah. Aku membusuk disantap belatung lapar, hanya tersisa sepi.
***
Suara jangkrik mulai menghiasi malam, memecah keheningan. Setiap sudut rumah ini tampak begitu tenang, dengan lampu-lampu menyala terang di seluruh penjuru. Andre sengaja menyalakan semuanya, mungkin untuk mengusir ketegangan yang mengintai, ia lantas membawaku, yang tengah termenung di atas kursi roda, ke dalam ruang tamu.
Rumah ini penuh dengan kenangan—termasuk kenangan pahit, tidak bisa kuhapus meski berusaha sekuat tenaga. Sebuah kejadian paling mengerikan pernah terjadi di sini—orang tuaku mati terbunuh di ruangan ini. Kejadian itu terpatri dalam setiap sudut rumah, menciptakan bayang-bayang beku. Hingga sekarang, semua kejadian aneh yang menyusul telah melahirkan tekanan begitu berat.
Segala hal terasa kosong, terlompat, seakan sebagian ingatanku hilang begitu saja. Hari-hari berlalu dengan tidak lengkap, seperti ada bagian yang dicuri, seolah aku sedang menghitung anak tangga misterius—anak tangga yang kadang ganjil dan kadang genap. Pikiran ini terasa dimanipulasi, terdistorsi oleh sesuatu yang tidak bisa kupahami sepenuhnya.
Kematian mengerikan yang menimpa Devi dan Bu Ani, apakah itu sungguh dilakukan oleh kepribadianku yang lain? Apakah aku benar-benar melakukannya, ataukah ada sosok lain yang bersembunyi di rumah ini? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar dalam kepalaku, tanpa jawaban pasti.
“Andre. Ada banyak hal yang tak kumengerti dan membuat bertanya-tanya. Mengapa aku bisa berada di rumah sakit dan menjadi seperti sekarang?” aku berbicara pelan.
“Kau mengalami masa paling sulit, aku tahu itu.” Andre mendekat lalu membantuku untuk duduk di sofa. Kursi roda ia pindah sedikit jauh. “Duduklah, akan kuceritakan perlahan.”
Banyak sekali orang di rumah, Paman Ihwan juga masih mengobrol dengan Pak Zul di beranda rumah.
“Terima kasih. Tunggu, kenapa polisi dan perawat tidak pulang?”
“Mereka sedang memastikan keadannmu. Kau harus selalu dalam pengawasan.”
“Oh. Bisa mulai?” pintaku.