“Apa maksudnya otak nyusun ulang memori? Serius kayak film-film gitu?” gumamnya sambil garuk kepala pelan.
Ia meraih remote, nyalain lampu temaram dan sistem audio rumah yang nyetel lagu instrumental piano. Musik lembut itu mengisi ruang kosong di sekelilingnya.
Dia berdiri, jalan pelan masuk ke kamar mandi. Buka semua bajunya. Mandi lama, air hangat ngalir di bahu dan punggungnya, bikin pikirannya agak tenang. Tapi tetap aja, wajah perempuan dalam ingatannya tadi siang masih kebayang.
Wajah yang cantik... tapi bukan glamor. Lebih ke sederhana. Rambut panjang, senyum kalem, kulit bersih. Sorot mata yang hangat banget.
"Apa dia beneran pernah ada di hidup aku?" lirihnya, pelan.
Bara tidur di ranjang king size-nya, cuma pakai celana pendek dan kaos tipis. Pendingin ruangan pelan-pelan bikin suasana adem. Lampu dimatikan.
Dan mimpinya datang lagi.
Dia berdiri di pinggir sawah. Angin bertiup pelan. Seseorang memeluknya dari belakang—lembut, kecil. Dia sadar, itu wanita yang dia pernah miliki. Perempuan yang selalu muncul dalam mimpinya belakangan ini.
“Mas...” suara itu lembut banget, memanggilnya.
Ia berbalik dan memeluknya erat. Wanita itu tersenyum, manja, dan nyender ke dadanya. Wajah polos, tanpa makeup. Baju rumahan yang sederhana. Tapi tatapan itu... anget banget.
“Kita mau ke mana?” tanya wanita itu.
“Kamu ikut aku, ya?”
Wanita itu angguk. Tapi belum sempat dia genggam tangan Dara, cahaya matahari pagi muncul di balik punggungnya.
Bara bangun. Matanya terbuka pelan.
Langit udah terang. Matahari pagi menyorot dari balik tirai otomatis yang pelan-pelan terbuka.
Ia duduk, ngerasa... kehilangan. Lagi.
Dipegangnya dahi. “Dia lagi... dia lagi. Siapa kamu sebenernya?”