Suapan daging terakhir belum selesai dikunyah, pikirannya malah melayang. Lagi-lagi, wajah wanita itu muncul. Senyum samar, tatapan lembut, suara tawa kecil yang entah dari mana asalnya. Membuat Bara terdiam lama, sendok hanya tertahan di tangan. Pandangan kosong ke piring, namun isi kepala sudah melayang ke mana-mana.
“Bara,” suara Mama terdengar lembut, namun cukup menghentak.
Dia terkejut dan segera menoleh, "Ya, Ma?"
“Kamu kenapa? Dari tadi diem aja, makan juga ngelamun. Mikirin apa sih?”
Bara menarik napas pelan, lalu buru-buru tersenyum kecil.
“Nggak kok, Ma. Cuma... capek aja hari ini, habis dari lapangan terus langsung acara kantor.”
Mama hanya mengangguk, meskipun matanya sempat menyipit sedikit.“Kalau capek, istirahat. Jangan terlalu diforsir.”
“Iya, Ma.”
Namun, yang membuat Bara gelisah bukan hanya masalah pekerjaan. Wajah wanita itu semakin jelas terbayang di benaknya. Entah mengapa, setiap kali bayangan itu muncul, dadanya terasa sesak.
•••
Mama meletakkan garpu di atas piring, lalu menyeka mulutnya perlahan dengan serbet. Suaranya lembut, namun nadanya serius.
“Bara... jangan mikirin hal yang nggak penting. Hidup itu harus jalan terus, Nak.”