Dua bulan telah berlalu dengan begitu cepat sejak malam Emma mencium bibir Wyatt dengan tiba-tiba. Kini hubungan mereka sudah lebih baik dan mereka tampak semakin dekat satu sama lain. Kini Emma terlihat seperti seorang istri siaga yang selalu menyiapkan segala keperluan suaminya. Padahal sebenarnya hubungan mereka masih sama, tidak ada ikatan cinta dan hanya karena anak yang dikandung oleh Emma. Tapi entah mengapa Emma menikmati peran barunya sebagai seorang istri dalam tanda kutip untuk Wyatt. Dan selama ini, Wyatt pun tidak keberatan dengan sikap Emma. Meskipun pria itu masih tetap dingin seperti sebelum-sebelumnya, namun kadar kedinginan pria itu sudah lebih berkurang dan ia terkadang juga menunjukan sikap perhatiannya pada Emma dengan membelikan Emma makanan yang diinginkan oleh wanita itu dan membuatkan segelas susu untuk Emma di pagi dan malam hari.
“Pagi Wyatt, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu.” sapa Emma riang ketika Wyatt sedang memakai kemejanya di dalam kamr. Dengan santai, Emma mulai memasangkan dasi garis-garis merah di kerah kemeja Wyatt dan menyimpulkannya dengan rapi di sana. Setelah itu Emma mulai beranjak menuju ranjang untuk merapikan semua kekacauan yang telah mereka lakukan semalam.
Tapi tunggu, itu bukan jenis kekacauan yang kalian pikirkan, semalam mereka hanya bermain game dan yang kalah harus menerima seratus gelitikan dari yang menang. Dan seperti yang kalian duga, Emma kalah dalam permainan itu, sehingga ia harus menerima seratus gelitikan dari Wyatt. Dan hal itu berakibat pada ranjang mereka yang berubah menjadi sangat berantakan karena Emma yang terus meronta-ronta saat Wyatt menggelitiki pinggangnya beberapa kali.
“Apa siang ini kau akan pergi ke dokter?”
Emma langsung menggeleng cepat sambil mendengus pada Wyatt. “Aku sudah pergi kemarin bersama Wills. Kau ini calon ayah yang buruk. Bagaimana mungkin kau tidak pernah mengantarkan aku ke dokter kandungan untuk melihat tumbuh kembang anakmu. Bahkan dokter itu mengira jika Wills adalah ayah dari bayi ini. Kau keterlaluan.” protes Emma cemberut. Wyatt kemudian melayangkan tatapan minta maaf sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
“Apa Jack masih mengusikmu?”
“Dia masih gigih untuk mencarimu. Karena itu hari ini kita akan pergi dari rumah ini...”
“Lagi? Kita akan pindah lagi? Oh ayolah, aku lelah. Bisakah kalian berbaikan dan tidak bermain kucing-kucingan seperti ini. Sekali saja aku ingin hidup tenang sebelum aku melahirkan. Kau benar-benar keterlaluan, kau membiarkan seorang ibu hamil sepertiku kelelahan karena harus berpindah dari satu rumah ke rumah lain hanya demi menghindari Jack. Apa kau tidak lelah melakukan hal itu?” ucap Emma panjang lebar sambil menghentak-hentakan kakinya gusar di atas lantai. Wyatt yang melihat hal itu langsung berjongkok di depan Emma untuk meminta pengertian dari wanita itu. Bukannya ia jahat karena terus membuat Emma lelah dengan jalan pikirannya yang rumit, hanya saja ia tidak ingin Jack mengambil Emma darinya sekarang. Ia sudah terlalu nyaman dengan keberadaan wanita itu di sampingnya, dan ia tidak ingin Emma pergi darinya.
“Tunggulah sebentar lagi, aku sedang mencoba untuk menghentikan Jack dengan caraku.”
“Dengan caramu? Apa kau akan membunuhnya?” tanya Emma sakarstik. “Dengar, walaupun ini kedengaran aneh, tapi kalian adalah ayah dari anak-anakku. Di masa depan kalian tidak bisa terus seperti ini karena aku tidak mau menciptakan dendam diantara anak-anak kita. Semua kerumitan ini sudah cukup menghukumku, Wyatt. Dan sejujurnya aku sangat takut menghadapi masa depan setelah anak ini kau bawa pergi dariku.”
Wyatt menghela napas pelan untuk mencoba bersabar dengan sikap Emma yang terkadang kekanakan seperti ini.
“Meskipun aku memang ingin, tapi aku tidak akan melakukannya. Aku sudah cukup puas dengan membawamu kabur darinya, jadi aku tidak akan membunuhnya. Aku hanya akan memberinya sedikit pelajaran agar ia menyerah untuk mengejarku dan juga mengejarmu.”
“Baiklah, terserah padamu. Kita lupakan Jack sekarang karena aku memiliki kabar penting untukmu.”
Emma tiba-tiba megalungkan lengannya pada leher Wyatt sambil bergelayut manja pada pria itu. Selama kehamilan, emosi Emma memang sering berubah-ubah dan tidak stabil. Terkadang wanita itu begitu meledak-ledak, namun terkadang wanita itu terlihat rapuh dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Dan Wyatt benar-benar merasa kesal jika Emma sudah mulai menunjukan hal itu padanya.
“Apa? Kau tidak akan memberikan berita yang dapat membuatku marah seperti dulu kan?” tanya Wyatt penuh selidik. Emma langsung menggelengkan kepalanya cepat sambil mendengus kesal pada Wyatt.
“Tidak, aku tidak akan melakukan hal itu lagi. Kali ini berita yang lebih penting dan tidak akan membuatmu memaki-makiku seperti dulu.”
“Jadi, apa yang ingin kau katakan padaku?”
“Dia laki-laki, dokter mengatakan padaku jika ia laki-laki?”
Wyatt mengerutkan keningnya heran sambil menatap Emma penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang dimaksudkan oleh wanita itu? Ia benar-benar tidak mengerti dengan ucapan ambigu yang dilontarkan oleh Emma padanya. Satu hal lagi yang membuatnya terkadang jengah jika sedang berbicara dengan Emma, wanita itu terkadang mengatakan sesuatu yang tidak jelas seperti ini, membuatnya harus berpikit ekstra keras hanya untuk mencerna setiap ucapan yang dilontarkan Emma padanya.
“Katakan sesuatu dengan jelas Emma, kau membuatku tidak mengerti.”
“Ck, bayi ini. Bayi ini laki-laki. Kemarin dokter sudah memastikannya dan ia yakin jika bayi ini laki-laki karena dokter sudah menunjukan alat kelaminnya padaku. Apa kau bahagia dengan berita ini?” tanya Emma antusias. Wyatt tersenyum cerah dengan berita yang disampaikan Emma padanya. Sebenarnya ia ingin menunjukan rasa bahagianya di depan Emma, tapi ia tidak tahu bagaimana caranya. Yang jelas saat ini hatinya benar-benar merasa bahagia hingga ia merasa sulit untuk mengutarakannya, karena kebahagiaan ini adalah kebahagiaan pertamanya setelah semua kesedihan dan masalah pelik yang selalu datang silih berganti di kehidupannya.
"Aku bahagia. Aku pasti akan mendidiknya menjadi pria tangguh dan tidak cengeng. Kau tenang saja, aku pasti akan merawatnya dengan baik.”
Emma merasa hatinya tertohok dengan ucapan Wyatt. Pria itu seakan-akan sedang membicarakan nasib putranya kelak yang tidak akan tumbuh bersama ibunya. Padahal ia sangat ingin merawat putranya. Membesarkannya dan menimangnya di dalam dekapannya. Ia tidak mau pergi, ia ingin berada di sisi Wyatt, bersama dengan anaknya.
“Apa kau akan mengijinkanku menemuinya? Aku juga ingin membesarkan anak ini? Aku tidak mau menelantarkan anakku dan membiarkannya tumbuh bersama dengan satu orangtua. Apa kau akan mengijinkanku untuk sering-sering melihatnya?” tanya Emma berkaca-kaca. Wyatt langsung merengkuh Emma ke dalam pelukannya sambil menganggukan kepalanya cepat. Tentu ia akan membiarkan Emma jika wanita itu ingin menemui anaknya, karena memang hal inilah yang diinginkannya sejak dulu. Ia ingin Emma selalu berada di sampingnya bersama dengan anak-anaknya kelak.
“Tentu. Kau adalah bagian dari anakku, aku tidak akan mungkin memisahkan kalian jika kau memang ingin menemuinya. Tapi aku bukan jenis pria yang baik, justru aku adalah pria yang brengsek, sangat brengsek. Apa kau siap tinggal di samping seorang pria brengsek sepertiku? Seorang pembunuh yang memiliki banyak musuh yang sewaktu-waktu dapat mencelakaimu dan membunuhmu. Seorang asitek menyebalkan yang gemar merebut istri pria lain. Apa kau siap dengan konsekuensi itu?” tanya Wyatt pada Emma. Tanpa ragu Emma langsung menganggukan kepalanya sambil melumat bibir Wyatt penuh cinta.
Sadar atau tidak, perasaan itu mulai tumbuh diantara mereka seiring dengan kebersamaan mereka selama ini. Suka duka, mereka lewati bersama demi melindungi sosok mungil yang akan menjadi penyatu hati mereka. Dan ternyata hal itu memang benar-benar terjadi, sosok kecil itu berhasil menyatukan dua hati yang awalnya saling bertolak belakang dan saling menyakiti. “Maukah kau menikah denganku?”