Seorang wanita muda dengan rambut coklatnya yang berkibar tampak berjalan tersendat-sendat sambil meraba udara kosong dengan tongkatnya. Sesekali langkah kakinya terhenti karena tongkat almuniumnya menabrak sesuatu benda padat dan mengharuskannya untuk bergeser beberapa meter ke arah kanan. Sambil menghela napas pelan, wanita itu berdiri di tepi jalan bersama dengan para pejalan kaki lain yang akan menyeberang. Meskipun kedua matanya belum buta sepenuhnya, tapi ia tidak bisa melihat benda-benda di depannya dengan jelas, Emma hanya mampu melihat benda-benda itu samar-samar sambil merabanya untuk memperjelas bentuk dari benda itu.
Dua puluh detik kemudian, lampu merah yang berada tepat di atas kepalanya berganti menjadi hijau. Semua pejalan kaki yang berada di sampingnya langsung berdesak-desakan untuk menyeberang tanpa mempedulikan kondisi Emma yang tak bisa melihat.
Bagi mereka hidup di kota besar seperti ini tidak ada perlakuan khusus. Dan hal itu juga terjadi pada Emma. Meskipun ia buta, ia tetap saja terlihat sama dimata orang lain. Tidak ada yang peduli padanya, hanya segelintir orang yang terkadang merasa iba padanya dan akhirnya memutuskan untuk membantunya berjalan atau menyeberang di tengah hiruk pikuk kota Las Vegas seperti ini.
Emma terus menunggu dengan sabar sambil mencoba untuk melangkahkan kakinya sedikit demi sedikit ke depan. Hari ini ia harus bekerja di toko bunga agar ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hidup sebatang kara sejak ia memutuskan untuk keluar dari panti asuhan benar-benar sulit.
Dulu ketika ia belum mendapatkan pekerjaan, setiap hari harus ia berjalan kesana kemari tak tentu arah hanya untuk mencari sebuah lowongan pekerjaan yang mau menerima orang buta sepertinya. Tak jarang orang-orang yang ditemuinya justru membentaknya karena ia buta dan mereka sama sekali tidak mau mempekerjakan orang buta. Padahal meskipun ia buta, ia dapat melakukan semua pekerjaan dengan baik. Ia memiliki insting yang kuat, sehingga ia tidak pernah melakukan kesalahan atau bertindak ceroboh karena kekurangannya itu.
Lalu hari-hari panjang penuh kesedihan itu akhirnya berlalu. Ketika suatu hari ia tengah berjalan sendiri di tengah terik matahari yang begitu panas, seorang wanita paruh baya tiba-tiba menghampirinya sambil memberikan sebuah roti isi padanya. Merasa bingung, Emma pun tetap menerima roti isi itu sambil menahan lengan wanita paruh baya itu. Kemudian Emma memberanikan diri untuk bertanya apakah wanita itu memiliki sebuah pekerjaan untuknya, karena saat itu ia benar-benar membutuhkan sebuah pekerjaan untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari.
Selama ini ia tinggal di sebuah rumah petak kecil yang berada di perkampungan kumuh. Rumah itu ia beli dari hasil tabungan yang ia kumpulkan sejak ia tinggal di panti asuhan. Tapi semakin lama uang tabungan itu semakin menipis karena Emma harus membeli berbagai macam barang untuk menopang kehidupannya sehari-hari. Belum lagi jika ia jatuh sakit, ia harus mengambil uang tabungan itu untuk pergi ke dokter dan membeli obat.
Sebenarnya keputusan untuk hidup mandiri di luar panti asuhan memang sulit, tapi ia tidak mau terus menerus menyusahkan ibu panti karena semua teman-teman sebayanya telah diadopsi oleh keluarga-keluarga kaya, sedangkan dirinya tidak akan pernah diadopsi oleh siapapun karena ia buta. Lalu dengan sedikit memohon-mohon pada wanita paruh baya itu, akhirnya Emma medapatkan pekerjaan sebagai perangkai bunga di tokonya. Meskipun saat itu nyonya Han, panggilan akrab wanita baya itu, merasa ragu dengan hasil kinerja Emma. Tapi setelah melihat sebuah buket yang begitu cantik hasil rangkaian tangan Emma, akhirnya nyonya Han benar-benar mengijinkan Emma untuk bekerja di toko bunganya.
Kini setelah satu tahun bekerja dengan nyonya Han, perlahan-lahan kehidupan Emma mulai membaik. Kini ia dapat menabung sedikit demi sedikit untuk biaya operasi matanya. Meskipun ia tidak tahu, kapan uang itu akan benar-benar terkumpul untuk biaya operasinya, tapi setidaknya ia telah berusaha untuk mengumpulkan pundi-pundi uang itu sedikit demi sedikit agar ia dapat mengoperasikan kedua matanya dan melihat indahnya dunia lagi.
Tring
Emma mendorong pintu kaca di depannya sambil tetap meraba-raba udara kosong di depannya. Wangi aneka bunga yang harum langsung menyeruak ke dalam indera penciuman wanita itu ketika ia telah berada di dalam toko bunga milik nyonya Han. Suara nyonya Han yang memanggilnya dari halaman belakang terdengar begitu nyaring dan membuat Emma segera melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa untuk menemui wanita paruh baya itu. Ia yakin, pasti nyonya Han sedang membutuhkan bantuannya, karena nyonya Han tidak biasanya memanggil-manggil dengan nada keras seperti itu jika ia tidak sedang membutuhkan bantuan..
“Bibi, ada apa? Apa bibi membutuhkan sesuatu?” tanya Emma sambil berjalan mendekat ke arah nyonya Han. Wanita paruh baya itu dengan cepat langsung menarik tangan Emma dan mendudukan Emma dengan paksa di sebelahnya. Raut wajahnya tampak begitu serius dan juga panik. Entah apa yang saat ini sedang nyonya Han pikirkan, yang jelas ia terlihat begitu panik dan juga gugup.
“Emma, kita harus cepat. Aku mendapatkan pesanan sepuluh buket bunga untuk acara pembukaan sebuah butik, tapi aku baru menyelesaikan lima. Kau harus membantuku untuk merangkai bunga-bunga ini Emma, dan setelah ini kau juga harus mengantarkannya ke alamat yang sudah dituliskan wanita tadi di buku alamat. Apa kau bisa membantuku?” tanya nyonya Han tergesa-gesa. Emma mengangguk mantap sambil tersenyum gembira di sebelah nyonya Han.
Biasanya jika ia dapat melakukan semua tugas-tugasnya dengan baik, nyonya Han akan memberinya bonus yang jumlahnya cukup lumayan untuk ia masukan ke dalam tabungannya. Karena itu ia selalu merasa bersemangat saat nyonya Han mendapatkan banyak pesanan bunga seperti ini. Selain itu, terkadang orang-orang yang memesan buket bunga juga akan memberikannya tambahan uang sebagai bayaran atas jasa Emma yang telah mengantarkan pesanan bunga mereka dengan selamat.
Emma kemudian segera meraih bunga-bunga yang berserakan di depannya untuk dirangkai. Sesekali Emma harus mendekatkan bunga itu tepat di depan matanya untuk melihat kondisi bunga yang saat ini dipegangnya. Ia tidak mau membuat buket dengan bunga yang cacat, karena itu akan mengecewakan pelanggannya, sehingga Emma selalu mengamatinya dengan teliti sebelum ia memulai merangkai bunga-bunga itu menjadi sebuah buket yang begitu indah dan juga cantik.
“Emma, jangan lupa tancapkan bungan lili berwarna merah muda di bagian tengah buket karena wanita itu sangat menyukai bunga lili.”
Emma mengangguk pelan sambil tetap fokus pada kegiatan merangkai bunganya. Tangan-tangan lentiknya yang terampil tampak begitu luwes merangkai setiap tangkai bunga itu agar dapat membentuk sebuah buket bunga yang cantik.
Kira-kira satu jam kemudian, Emma telah berhasil menyelesaikan buket-buket bunganya dengan indah. Nyonya Han kemudian memanggilkan taksi untuk Emma dan membantu Emma untuk menata buket-buket itu ke dalam taksi.